Kegiatan Laboratorium berperan dalam mengembangkan minat siswa, keterampilan penyelidikan ilmiah, dan pemahaman mengenai penerapan konsepkonsep ilmiah yang dipelajari dalam perkuliahan serta dapat mengembangkan pembelajaran aktif yang dirancang untuk mengajarkan konsep melalui pengalaman belajar. Banyak studi menunjukkan bahwa kegiatan hands on penelitian dapat meningkatkan minat siswa untuk menjadi seorang peneliti.
Kegiatan laboratorium yang berorientasi pada penelitian diharapkan dapat mengintegrasikan proses ilmu pengetahuan dengan percobaan yang dilakukan sehingga dapat menghasilkan kegiatan lab yang bervariasi terutama dalam menciptakan kemandirian mahasiswa.
Pembelajaran berbasis laboratorium memungkinkan siswa untuk mengalami prinsip bioscience pertama, dengan demikian penting untuk mengeksplorasi pendekatan/ strategi alternatif untuk memaksimalkan potensi belajar dalam praktek laboratorium.
Terdapat tiga bagian utama dalam pembelajaran berbasis laboratorium, yaitu tahap persiapan, percobaan dan menulis laporan (refleksi). Persiapan lab merupakan kunci karena dapat mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan keberhasilan praktikum yang dilakukan oleh siswa. Umumnya ketika melakukan praktek lab seringnya siswa tidak memahami dengan jelas teknik yang akan digunakan, keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan eksperimen atau memahami prinsip-prinsip ilmiah mendasar, padahal keberhasilan pembelajaran laboratorium secara langsung berkaitan dengan seberapa baik percobaan yang dilakukan dengan menggunakan standar protokol laboratorium.
Oleh karena itu, diperlukan persiapan laboratorium yang optimal untuk dapat meningkatkan tingkat keberhasilan percobaan serta menghasilkan pembelajaran aktif (Fawaida, 2019) Kegiatan laboratorium sangat banyak dan penelitian yang dilakukan secara tradisional dimana siswa mengikuti metodologi yang telah ditentukan, kemudian siswa membuat laporan ilmiah untuk melaporkan hasilnya. Sayangnya hal tersebut tidak efektif untuk mengajarkan proses ilmiah.
Diperlukan kegiatan praktikum yang lebih mengaktifkan belajar siswa secara mandiri dan menciptakan pembelajaran lab yang efisien. Kegiatan praktikum mengajarkan siswa mandiri, kerja keras dan bekerjasama. (Fawaida, 2019). Berkaitan dengan hal tersebut dirancanglah kegiatan kegiatan laboratorium berbasis proyek dan inkuiri yang melibatkan siswa dalam desain kegiatan eksperimental untuk mengembangkan inovasi dan kemampuan siswa dalam berfikir kritis, analitis, dan meningkatkan pemahaman mahasiswa.
Hathaway, Nagda & Gregerman (2002) mengemukakan bahwa penelitian atau latihan laboratorium berbasis inquiri dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis, retensi pengetahuan, keterampilan teknis yang diperoleh dan keterampilan untuk menafsirkan data serta meningkatkan minat siswa. Sayangnya kegiatan laboratorium inquiri membutuhkan
persiapan logistik yang berat bagi staf teknis dan biaya yang cukup besar, terutama jika dilakukan di kelas besar. Adanya keterbatasan ini menyebabkan siswa hanya melakukan kegiatan lab yang dirancang secara konvensional. Langkah kerja yang ketat diprediksi dapat mengurangi autonomy, motovasi dan rasa ingin tahu siswa. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak dapat mengembangkan langkah sesuai dengan kreativitas mereka. Oleh karena itu, perlu dikembangkan strategi paedagogik yang dapat meningkatkan autonomi siswa dalam kelas besar dengan menggunakan anggaran yang tidak terlalu mahal. Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi alternatif pendekatan/ strategi untuk memaksimalkan potensi belajar dalam kegiatan laboratorium.
5 Strategi dalam pelaksanaan kegiatan laboratorium
Berdasarkan hasil analisis dan sintesis yang telah dilakukan, terdapat lima strategi yang dapat dikembangkan dalam pelaksanaan kegiatan laboratorium.
Strategi pertama dapat dilakukan sebagai alternatif strategi yang dapat membantu dalam meminimalisir anggaran yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan laboratorium, terutama dalam kelas besar, sedangkan
strategi kedua sampai dengan kelima dapat dilakukan sebagai alternative strategi dalam kegiatan laboratorium untuk mengembangkan autonomy dan kreativitas siswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum.
Kelima strategi tersebut yakni:
- Penggunaan demonstrasi virtual lab dan video digital,
- pembelajaran laboratorium melalui pendekatan Mutasi Based Learning (MBL),
- mengimplementasikan unsur kebudayaan lokal yang relevan dalam modul laboratorium,
- menjelaskan pengalaman penelitian yang autentik beserta hambatannya dan
- mengkombinasikan beberapa metode dalam kegiatan hands on laboratorium.
Penggunaan demonstrasi virtual lab dan video digital biologi telah banyak mengalami kesuksesan dalam pengimplementasiannya. Hasil Penelitian Leonard (2002) melaporkan bahwa penggunaan video dalam pembelajaran di kelas berkaitan dengan peningkatan hasil belajar dan mengarahkan pada pendekatan pembelajaran yang lebih efisien, walaupun Stuckey-Mickell dan Stuckey-Danner (2006) melaporkan bahwa siswa dalam pembelajaran laboratorium face to face lebih efektif dari pada laboratorium virtual.
Sebagian besar sesi laboratorium diajarkan secara onsite, namun dengan kemajuan multimedia, semua atau sebagian sesi lab dapat diajarkan secara virtual. Salah satu metode pembelajaran berbasis teknologi adalah penggunaan simulasi komputer untuk memandu siswa dalam prosedur penggunaan peralatan laboratorium. Hal tersebut berguna untuk memandu siswa yang sama sekali belum pernah melakukan teknik lab, sehingga bisa mempermudah pelaksanaan kegiatan laboratorium.
Dengan demikian demonstrasi visual terhadap prosedur laboratorium merupakan elemen kunci dalam membantu pembelajaran biologi. Maldarelli et.al (2009) melakukan penelitian terhadap sejumlah mahasiswa sarjana dan pascasarjana di Jhon Hopkins University untuk memaparkan perkembangan pengetahuan siswa, pengalaman, dan pemahaman tentang prosedur lab sebelum dan sesudah melihat video teknik dasar laboratorium. Video visual yang didemonstrasikan merupakan hasil rekaman yang telah diedit dari beberapa teknik laboratorium pengajaran dalam biologi umum, genetika, biokimia, dan bioteknologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dari mahasiswa dalam hal pengetahuan, kepercayaan, dan pengalaman terhadap teknik lab setelah melihat video. Penggunaan video instruksional sebagai latihan prelaboratory memiliki potensi untuk membakukan teknik dan dapat menunjang hasil eksperimen yang sukses. Meskipun video ini tidak dimaksudkan untuk mengganti praktikum yang sebenarnya, tetapi ditemukan bahwa penggunaan video menunjukkan efek kuat terhadap kinerja teknik laboratorium.
Kombinasi antara video visual dan pengalaman lab secara langsung merupakan kombinaasi yang baik untuk memaksimalkan pengetahuan, kepercayaan diri, dan pengalaman. Pada umumnya, siswa merespon positif bahwa video lab efektif dalam meningkatkan pengetahuan siswa, pengalaman, dan pemahaman tentang prosedur lab. Analisis terhadap tanggapan siswa menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan yang signifikan dalam hal kepercayaan diri, pengetahuan dan pengalaman ketika siswa melakukan teknik laboratorium tingkat tinggi seperti gel elektroforesis dibandingkan dengan teknik dasar lainnya seperti sentrifugasi dan micropipet.
Hasil penelitian Croker (2010) mengenai penggunaan video digital dalam praktik laboratorium terhadap sejumlah mahasiswa sarjana di Universitas of the West of England, Bristol menunjukkan bahwa proses praktikum bergeser drastis dengan keterlibatan siswa yang sangat tinggi. Secara kualitatif, siswa tampak lebih mampu bekerja secara independen dan cenderung lebih banyak mengajukan pertanyaan konfirmasi dari instruksi. Siswa mengambil kepemilikan praktikumnya (mengembangkan autonomy siswa), bekerja melalui instruksi dan menganalisis data. Siswa lebih cepat menyelesaikan kegiatan lab dan memiliki lebih banyak waktu untuk menganalisis dan membandingkan data.
Ada banyak penelitian yang menjelaskan bahwa siswa lebih menyukai panduan melalui video digital dari pada workbook. Secara keseluruhan, para siswa menyetujui aplikasi dukungan video ke dalam pembelajaran mereka. Berbeda dengan penggunaan virtual lab dan video digital, Mutation Based Learning (MBL) diusulkan untuk memverifikasi pentingnya langkah tertentu dan untuk meningkatkan keterampilan berfikir kritis serta pemahaman tentang prinsip-prinsip eksperimental (Spiro & Knisely, 2008), sehingga diharapan siswa dapat mengembangkan autonomy, meningkatkan motovasi dan curiosity dalam kegiatan laboratorium dan dapat mengembangkan langkah kegiatan sesuai dengan kreativitas mereka.
Wu (2013) telah melakukan penelitian mengenai implementasi pembelajaran laboratorium dengan pendekatan mutation based learning terhadap sejumlah siswa sarjana di Universitas Nasional Singapura untuk meningkatkan autonomy siswa. Dalam penelitian tersebut siswa diminta untuk mendesain ulang standar protokol eksperimental yang telah dibuat dosen dengan menggunakan metode “mutasi” dalam pembelajaran laboratorium genetika. Siswa dapat memilih untuk menghapus, menambah, membalikan, atau mengganti langkah-langkah tertentu dari standar protokol untuk mengeksplorasi pertanyaan menarik bagi mereka dalam skenario percobaan eksperimental yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang menggunakan pendekatan MBL menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan dan membahas kegiatan eksperimen, siswa juga memperhatikan aturan keselamatan dan mampu memelihara catatan data selama kegiatan eksperimen, serta tidak ditemukan lagi adanya unsur plagiarisme dalam laporan lab yang dibuat oleh siswa.
Disamping itu terjadi peningkatan autonomi siswa, dan lebih banyak menggunakan keterampilan penyelidikan ilmiah. Pendekatan MBL dianggap lebih menyenangkan dibandingkan ketika siswa mengikuti instruksi dalam kegiatan laboratorium konvensional. Selain pembelajaran berbasis mutasi, penggunaan modul laboratorium dapat mendorong dilakukannya penelitian berbasis inquiri.
Siritunga et al (2011) melakukan penelitian dengan menggabungkan konten budaya yang berhubungan dan dekat dengan kehidupan siswa, melalui instruksi penelitian berbasis inquiri dalam program pendidikan, sekaligus meningkatkan kemampuan siswa untuk memahami dan menggunakan alat biologi molekuler yang modern. Peneliti berusaha untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mempelajari dan menggunakan alat-alat modern biologi molekuler dan seluler. Siswa dalam kelas genetika dan Biologi sel diminta untuk membawa sampel singkong dari kampung halaman mereka.
Selanjutnya siswa dalam kelas genetika ditugaskan untuk mengidentifikasi dan menganalisis sampel dari aspek genetiknya, sedangkan siswa dalam kelas Biologi sel menilai kadar pati dan memvisualisasikan struktur selular lain yang teramati menggunakan mikroskop cahaya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa implementasi modul laboratorium berbasis inquiri dengan menggunakan pendekatan budaya yang relevan dengan lingkungan siswa dapat melibatkan siswa dalam kelas besar untuk bisa berkontrinbusi dalam kegiatan penelitian.
Di samping itu kemampuan siswa mengalami peningkatan dalam menggunakan alat biologi molekuler yang modern. Selain tiga strategi di atas, menjelaskan pengalaman penelitian autentik dan hambatannya dalam pengantar laboratorium biologi dapat diadaptasi dan diadopsi sebagai strategi dalam pengembangan pebelajaran laboratorium. Kegiatan ini dapat mengekspos kesulitan siswa dalam proses kegiatan ilmiah, sehingga komponen penting dari pengalaman penelitian autentik dan hambatan dalam pelaksanaannya di kelas laboratorium harus dijelaskan.
Upaya untuk memperluas penelitian ilmu pengetahuan melalui pengalaman penelitian otentik dalam kelas laboratorium bisa terhambat oleh kurangnya informasi tentang komponen penting dari pengalaman penelitian autentik dan hambatan dalam pelaksanaannya. Solusi yang dapat dilakukan yakni penelitian harus disesuaikan dengan nilai-nilai pedagogis yang digunakan oleh fakultas yang bersangkutan, dengan demikian penting untuk mengukur pandangan mereka tentang komponen kritis pengalaman penelitian autentik dan menentukan sejauh mana implementasi penelitian autentik dalam kelas laboratorium dan mengidentifikasi hambatannya.
Hasil survei yang dilakukan oleh Spell et al (2014) terhadap 12 Anggota fakultas dan survei secara online terhadap komunitas pendidikan biologia dari berbagai jenis fakultas di Amerika, menunjukkan bahwa terdapat 7 komponen esensial yang teridentifikasi dari pengalaman penelitian autentik kelas laboratorium, yakni: (1) desain eksperimental (2) pengumpulan data (3) analisis data (4) presentasi atau publikasi (5) megajukan hipotesis (6) mengeneralisasikan pertanyaan dan (7) mengajukan pertanyaan baru. Siswa dalam kelas pengantar laboratorium biologi ratarata menghabiskan sepertiga dari waktu mereka untuk kegiatan penelitian autentik. Jumlah penelitian yang dilakukan dalam kelas laboratorium tidak terpengaruh dengan jumlah tema penelitian autentik.
Hambatan utama yang ditemukan di semua jenis institusi dalam mengimplementasikan penelitian autentik berkaitan dengan kurangnya waktu untuk mengembangkan pengalaman baru dalam penelitian laboratorium. Selain itu, terdapat hambatan khusus pada beberapa institusi berupa: ukuran kelas, biaya, kurangnya persiapan siswa, jumlah bagian, pengaruh pengajaran, dan kurangnya dukungan administrator. Strategi kelima yakni menggunakan kombinasi beberapa metode dalam kegiatan hands-on laboratorium. Kegiatan laboratorium umumnya lebih menekankan pada kegiatan non-experimental, bersifat teacher centered dan hanya menekankan pada penguasaan pengetahuan deklaratif.
Hal tersebut dikarenakan banyaknya pengetahuan deklaratif mendasar (bersifat teoritis) yang harus dikuasai oleh siswa. Hanya sedikit desain kegiatan laboratorium yang mengarahkan pada Higher Order/ HO (menganalisis dan mensintesis). Padahal seharusnya pembelajaran laboratorium lebih diarahkan pada kegiatan untuk mentransformasi Lower Order/ LO (mengetahui dan memahami) menjadi Higher Order dan mengembangkan keterampilan proses sains. Dengan demikian seyogyanya diperlukan rancangan kegiatan laboratorium yang inovatif yang dapat mengembangkan kegiatan hands on kearah pengembangan penalaran Higher Order siswa.
Penelitian Basey et.al, (2014) terhadap sejumlah siswa program sarjana di Universitas Colorado Amerika Serikat bertujuan untuk membandingkan hasil belajar siswa mengenai materi biodiversitas yang diperoleh melalui 2 kegiatan labolatorium, yakni (1) kegiatan lab dengan mengacu pada 3 fase siklus belajar dengan fase aplikasi berbasis masalah dan (2) kegiatan lab ekspositori yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berefleksi, argumentasi dan induksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan kegiatan laboratorium ekspositori cenderung dapat mengembangkan kemampuan Lower Order, sementara siswa yang menggunakan kegiatan laboratorium berbasis learning cycle cenderung dapat mengembangkan kemampuan Higher Order.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa untuk mengembangkan kemampuan Lower Order dan Higher Order siswa perlu dilakukan kombinasi metode pembelajaran dalam kegiatan laboratorium. Siswa tidak hanya dilatih melalui kegiatan laboratorium dengan format ekspository, tetapi siswa juga perlu dilatihkan untuk melakukan kegitan laboratorium yang mengorientasikan mereka pada kegiatan yang lebih student centre.