Letak geografis Kerajaan Singasari diperkirakan berada di sekitar Supit Urang, yakni lahan di sekitar pertemuan antara Sungai Brantas dan Sungai Bango. Dalam catatan Rafles yang ditulis 1882 menyebut sebuah wilayah bernama Kutorejo atau Kota Raja. Sebuah permukiman kuno yang ditunjukkan dengan sebuah peta topografi yang diterbitkan pada 1811. “Supit Urang, karena berbentuk seperti supit udang,” ujarnya.
Kota Raja, katanya, merupakan kota kuno, sebelum bersalin nama menjadi Kutho Bedah. Kawasan Kutho Bedah dipastikan merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Singasari dibuktikan dengan lokasinya yang strategis. Secara geo strategis lokasi Kutho Bedah di wilayah berbukit yang cocok untuk pertahanan dan mengawasi pergerakan musuh. Saat itu, Tumapel tengah melewati masa konflik dengan Kerajaan Kadiri.
Secara alamiah, katanya, Kota Raja berfungsi sebagai benteng sekaligus pusat pemerintahan. Jejak bekas permukiman kuno dan pusat pemerintahan juga ditemukan bekas parit dan reruntuhan bata kuno. Juga ada temuan arkeologis berupa pecahan gerabah, keramik, arca dan umpak.
-
Awal Pembentukan Kerajaan Singasari
Sebelum mengadakan persekutuan dengan para Brahmana untuk menyerang Raja Kerajaya (Kediri) Ken Arok pada mulanya berasal dari Sebuah desa kecil yaitu Singasari yg termasuk wilayah Tumapel,dia adalah anak buah Tunggul Ametung penguasa di Tumapel, namun ia membunuh Tunggul Ametung karena jatuh cinta pada istrinya, Ken Dedes. Kemudian mendirikan Kerajaan yang kemudian dikenal dengan sebutan Kerajaan Singasari.
Dengan kekalahan kerajaan Kediri dibawah pimpinan Kertajaya di desa Ganter, maka runtuh juga kerajaan Kediri tersebut, karena kekalahannya sangat telak. Dan setelah kerajaan Kediri kalah, maka menjadi wilayah bawahan dari kerajaan Singasari-Tumapel yang dipimpin oleh Ken Arok. Kediri dikuasai kerajaan Singasari.
-
Sistem Kepercayaan
Di dalam keagamaan pada masa kerajaan Singasari terjadi sekatisme antara Agama Hindu dan Budha, dan melahirkan Agama Syiwa Budha pemimpinya diberi jabatan Dharma Dyaksa. Sedangkan Kartanegara menganut Agama Budha Mahayana dengan menjalankan Upacara keagamaan secara Pestapora sampai mabuk untuk mencapai kesempurnaan dalam hal ini Kartanegara menyebut dirinya Cangkandara (pimpinan dari semua agama).
-
Sistem Perekonomian: Perdagangan dan Pertanian
Kehidupan sosial Singasari dapat diketahui dari Nagarakretagama dan Pararaton serta kronik Cina. Disebutkan, masyarakat Singasari terbagi dalam kelas atas, yaitu keluarga raja dan kaum bangsawan, dan kelas bawah yang terdiri dari rakyat umum. Selain itu, ada kelompok agama, pendeta Hindu maupun rahib Buddha. Namun pembagian atas golongan ini tidak seketat pengkastaan seperti di India. Ini membuktikan, sekali lagi, kearifan lokal yang dimiliki masyarakat pribumi.
Dari Negarakretagama dan Pararaton diperoleh gambaran tentang kehidupan perekonomian di Jawa pada masa Singasari. Di desa pada umumnya penduduk hidup dari bertani, berdagang, dan kerajinan tangan. Tidak sedikit pula yang bekerja sebagai buruh atau pelayanan. Kegiatan berdagang dilakukan dalam lima hari pasaran pada tempat yang berbeda (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Oleh karena itu, sarana transportasi darat memegang peranan penting. Beberapa prasasti melukiskan bagaimana para pedagang, pengrajin, dan petani membawa barang dagangannya. Mereka digambarkan melakukan perjalanan sambil memikul barang dagangannya atau mengendarai pedati-kuda. Ada pula yang melakukan perjalanan melalui sungai dengan menggunakan perahu.
Dengan disebutnya alat angkut pedati dan perahu, dapatlah disimpulkan bahwa perdagangan antardesa cukup ramai. Apalagi di wilayah Singasari terdapat dua sungai besar, Bengawan Solo dan Kali Brantas yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian dan lalu lintas perdagangan air. Perdagangan mulai mendapatkan perhatian cukup besar semasa Kertanegara memerintah. Kertanegara mengirimkan ekspedisi militer ke Melayu (Pamalayu) untuk merebut kendali perdagangan di sekitar Selat Malaka. Pada masa ini memang Selat Malaka merupakan jalur sutera yang dilalui oleh para pedagang asing.
-
Sumber Sejarah Kerajaan Singasari
-
Prasasti Mula Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja Singasari.
-
Prasasti Singasari
Prasasti Singasari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singasari, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis dengan Aksara Jawa.
-
Prasati Wurare
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha Agung).
-
Arca amoghapasa
Arca ini dikirimkan Kertanegara kepada Dharmasraya, penguasa kerajaan melayu sebagai tanda bahwa kerajaan tersebut telah dikuasai oleh Kertanegara dalam setelah melakukan ekspedisi Pamalayu.
-
Kitab Pararaton : Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Singasari
Ditulis oleh beberapa pujangga dan menceritakan tentang perjalanan Ken Arok dalam membangun kerajaan Singasari serta kekuasaan raja raja Singasari . Pararaton dalam bahasa Kawi mempunyai arti “Kitab Raja-Raja” , adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Isinya adalah sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama “Pustaka Raja”, yang dalam Bahasa Sanskerta juga berarti “Kitab Raja-Raja”. Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis Pararaton.
-
Perkembangan Pemerintahan
Silsilah Wangsa Rajasa (Penguasa kerajaan)
Terdapat perbedaan antara kitab Pararaton dan Nagarakertagama dalam menyebutkan urutan raja-raja Singasari.
Versi Pararaton
- Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 – 1247 M)
- Anusapati (1247 – 1249 M) Putera Ken Dedes dengan Tunggul Ametung
- Tohjaya (1249 – 1250 M) Putera Ken Dedes dengan Ken Umang
- Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 – 1272 M) Putera Anusapati , Cucu Tiri Ken Arok
- Kertanagara (1272 – 1292 M) Putera Wisnuwardhana
Versi Nagarakretagama
- Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222 – 1227 M)
- Anusapati (1227 – 1248 M)
- Wisnuwardhana (1248 – 1254 M)
- Kertanagara (1254 – 1292 M)
-
Puncak Kejayaan Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan raja Kertanegara (tahun 1268 sampai 1292 M). Ia adalah raja tersukses kerajaan Singasari karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh nusantara. Ia naik tahta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara.
Langkah-langkah yang dilakukan raja Kertanegara yang menjadi faktor pendukung kejayaan:
- Mengganti pejabat-pejabat tua dengan yang baru.
- Menggalang kerjasama (persekutuan) dengan kerajaan lain.
- Melakukan ekspedisi PAMALAYU (1275 & 1286 M) untuk menguasai kerajayaan serta untuk melemahkan posisi kerajaan Sriwijaya di selat Malaka.
- Menguasai Bali (1284 M).
- Menguasai Jawa barat (1289 M).
- Menguasai Pahang dan Tanjung pura , Kalimantan.
-
Masa Kemunduran Kerajaan Singasari
Raja Kertanegara berhasil menundukkan kerajaan Dharmasraya yang merupakan penguasa Sumatera melalui ekspedisi Pamalayu dan menguasai kerajaan Bali. Ia juga menolak permintaan Kubilai Khan untuk mengakui kekuasaan Mongol. Di sisi lain, strategi penaklukan kekuasaan di luar jawa berdampak pada lemahnya sistem pertahanan di dalam kerajaan. Sebab, Kertanegara mengerahkan angkatan perang guna mendukung penaklukan terhadap kerajaan lain.
Akibatnya, ketika terjadi pemberontakan oleh bupati Gelanggelang yaitu Jayakatwang , kerajaan Singasari tidak lagi memiliki kekuatan pertahanan. Jayakatwang yang merupakan sepupu ipar, sekaligus besan dari Kertanegara berhasil mengalahkan kerajaan Singasari dan Kertanegara pun terbunuh. Jayakatwang kemudian memindahkan kerajaan tersebut menjadi kerajaan baru di Kediri. Bersama itu pula kerajaan Singasari pun usai.