· Pengertian Penelitian Sejarah
Penelitian sejarah adalah salah satu penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara sistematik, berkaitan dengan kejadian masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab, pengaruh atau perkembangan kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang (Sukardi, 2003, hal. 203). Penelitian sejarah di lakukan untuk merekonstruksi ulang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu.
· Tujuan dan Ciri Penelitian Sejarah
Penelitian sejarah bertujuan untuk memahami masa lalu dan mencoba memahami keadaan masa kini atas dasar peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau. Penelitian sejarah dilakukan dengan tujuan agar kita dapat memperkaya pengetahuan tentang bagaimana dan mengapa peristiwa tersebut terjadi serta untuk mengetahui proses berjalannya masa lalu hingga menjadi masa kini. Harapan dari penelitian sejarah untuk meningkatkan pemahaman tentang kejadian masa kini serta memperoleh dasar-dasar yang lebih rasional untuk menentukan tindakan dan sikap pada masa kini. Y.A. Ghani Abdullah (2004:208) menyatakan “studi historis ialah upaya pengungkapan dan pemahaman terhadap masa kini. Siapa yang tidak memiliki masa lalu (sejarah), ia tidak memiliki masa depan. Artinya, sejarah menjadi faktor penting dalam merentas sebuah kemajuan”. Oleh karena itu, tujuan penelitian sejarah tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan masa kini dan masa mendatang.
Langkah-langkah Penelitian Sejarah sebagai berikut:
1. Pemilihan Topik/Subjek yang akan di teliti
Langkah awal suatu penelitian ilmiah dimulai dengan pemilihan topik yang akan di teliti. Pemilihan topik harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya :
- Topik penelitian harus menarik dan unik sehingga kita merasa semangat untuk melakukan penelitian.
- Masalah dalam topik penelitian harus memiliki arti yang penting bagi ilmu pengetahuan ataupun lainnya.
- Masalah yang tercakup dalam topik harus memungkinkan untuk di teliti.
Pemilihan topik juga berkaitan dengan sumber-sumber penelitian yang ada. Jika topik yang kita pilih menarik tetapi sumber utamanya tidak berhasil di temukan maka penelitian tidak akan dapat dilakukan. Calon peneliti harus memiliki wawasan yang luas mengenai sumber-sumber sejarah agar pemilihan topik dapat di peroleh secara cepat dan tepat.
2. Heuristik (Pengumpulan Data)
Heuristik adalah upaya-upaya penelitian yang mendalam untuk menghimpun jejak-jejak sejarah atau mengumpulkan dokumen-dokumen agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian-kejadian bersejarah dimasa lampau. Jejak-jejak atau dokumen yang berhasil dikumpulkan itu merupakan barang yang sangat berharga bagi penelitian sejarah. Berhasil tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber (Sobana Hs, 2008, hal. 4). Menurut Carrard (1992) dan Gee (1950) dalam (Sjamsuddin, 2007, hal. 86) heuristik (heuristics) merupakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data/materi sejarah/evidensi sejarah.Para ahli atau sejarahwan memulai dengan mengumpulkan informasi-informasi sebanyak- banyaknya tentang peristiwa sejarah yang akan ditelitinya. Sumber-sumber sejarah dapat di temukan di perpustakaan, arsip dan museum. Pengetahuan praktis mengenai petunjuk-petunjuk atau indeks-indeks ini dan bagaimana menggunakan perpustakaan dan arsip adalah syarat mutlak bagi penelitian sejarah. Pengetahuan tersebut muncul biasanya selama proses pengumpulan materi itu berlangsung (Sjamsuddin, 2007, hal. 121).
3. Kritik (Verifikasi)
Kritik adalah sebuah kegiatan pengujian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah yang telah ditemukan, untuk memperoleh otentisitas dan kredibilitas. Kritik merupakan kemampuan menilai sumber-sumber sejarah yang telah peneliti temukan. Tujuan dari kritik sumber adalah untuk menyeleksi data sehingga dapat diperoleh fakta yang akurat.
Kritik sumber dilakukan setelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya dan tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber tersebut dan menyaringnya secara kritis terutama sumber pertama (Sjamsuddin, 2007, hal. 131). Kritik sumber dilakukan dilakukan baik terhadap bahan materi maupun terhadap substansi (isi) sumber. Dalam penelitian sejarah kritik dikenal dengan dua metode yaitu kritik eksternal dan kritik internal.
a. Kritik Eksternal
Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007, hal. 132). Sebelum sumber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, menurut Lucey (1984) ada lima pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan (Sjamsuddin, 2007, hal. 133) yaitu:
a) Siapa yang mengatakan?
b) Apakah kesaksian tersebut telah diubah?
c) Apa yang dimaksud sumber dengan kesaksiannya?
d) Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata (witness) yang kompeten (mengetahui fakta yang sebenarnya)
e) Apakah saksi mengatakan fakta yang sebenarnya (truth) dan memberikan fakta yang diketahui?
Fungsi kritik eksternal adalah memeriksa sumber sejarah atas dasar dua hal pertama dan menegakkan sedapat mungkin otentisitas dan integritas dari sumber tersebut. Kritik eksternal juga harus memperhatikan otentisitas (authenticity), deteksi sumber palsu, integritas dan penyuntingan. Sebuah sumber sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli jika itu benar-benar produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau dari periode yang dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya).
Langkah yang dilakukan dalam menegakkan otentisitas adalah mengidentifikasi penulis. Kadang-kadang penulis tidak dapat ditandai karena banyak dokumen dan penerbitan pertama-tama muncul tidak menggunakan nama samaran dan penelitian kemudian dapat saja berhasil mengidentifikasi beberapa penulisnya.
Setelah mendeteksi sumber maka selanjutnya harus diketahui integritasnya. Integritas disini dapat diartikan bahwa sumber mempunyai otentisitas yang tetap jika kesaksian yang asli tetap terpelihara tanpa ubah-ubahan mesikipun ditransmisikan dari masa ke masa (Sjamsuddin, 2007, hal. 140). Dokumen yang diedit secara sembarangan dapat merusak banyak sumber sejarah. Dokumen memang harus diedit sebagaimana aslinya dan jika ada perubahan, penyunting harus memberitahukan pembacanya. Aplikasi dari aturan-aturan sederhana ini menuntut kerajinan yang diteliti dan penyunting dapat menggunakan tanda-tanda tertentu dalam mengoreksi kesalahan ejaan, istilah, ataupun nama yang dibuat oleh penulis asli (Sjamsuddin, 2007, hal. 143).
b. Kritik Internal
Kritik internal merupakan kebalikan dari kritik eksternal dengan menekankan aspek dalam yaitu isi dari sumber, yaitu kesaksian (testimony) (Sjamsuddin, 2007, hal. 143). Setelah fakta kesaksian ditegakkan melalui kritik eksternal, waktunya sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian tersebut apakah reliable atau tidak. Hal yang perlu diperhatikan dari kritik internal adalah :
a) Arti sebenarnya dari kesaksian
Sejarawan harus menetapkan arti sebenarnya dari perkataan yang dikemukakan oleh saksi apakah diartikan harfiah atau sesungguhnya (real) .
b) Kredibilitas kesaksian.
Kredibilitas (keterpercayaan) seorang saksi harus memperhatikan bagaimana kemampuan saksi untuk mengamati, bagaimana kesempatannya untuk mengamati teruji dengan benar atau tepat, bagaimana jaminan bagi kejujurannya, bagaimana kesaksiannya itu dibandingkan dengan saksi-saksi yang lain. Dalam membandingkan satu sumber dengan sumber-sumber lain untuk kredibilitas, terdapat tiga kemungkinan yaitu sumber-sumber lain dapat cocok dengan sumber yang dibandingkan, berbeda dengan sumber atau malah tidak menyebutkan apa-apa (Sjamsuddin, 2007, hal. 151-152)
c) Sumber-sumber yang sesuai (concurring sources)
Sumber dikatakan kredibel apabila sumber yang lain sesuai dengan kesaksiannya baik secara independen maupun dependen. Penyesuaian kesaksian dari saksi independen dan dapat dipercaya yang dapat menegakkan kredibilitas suatu sumber tertentu.
d) Sumber-sumber yang berbeda (disseting sources).
Perbedaan kesaksian sumber lain terhadap satu sumber tidak begitu saja dapat membatalkan kesaksian dari sumber yang dibicarakan. Tetapi tergantung dari tingkat perbedaannya. Pada beberapa kondisi tertentu perbedaan sudah dapat diperkirakan namun kembali kepada kecerdasan peneliti dalam menghadapi perbedaan tersebut dan komplikasi-komplikasi yang muncul akibat perbedaan sehingga dapat ditemukan juga benang merahnya.
4. Interpretasi (Penafsiran)
Kegiatan penafsiran fakta sejarah dan merangkai fakta-fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang relevan. Intepretasi dilakukan setelah fakta-fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang akan di teliti telah cukup terkumpul dan memadai. Penafsiran makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta yang lain harus dilandasi dengan sikap obyektif. Jika menggunakan sikap subyektif peneliti harus berfikir secara rasional bukan emosional. Berbagai fakta yang ada kemudian disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Rekonstruksi terhadap fakta-fakta sejarah harus disusun dan menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran. Proses penulisan dilakukan karena ingin mencipta ulang dengan deskripsi dan narasi serta melakukan penafsiran (interpret) dengan menggunakan analisa dan berorientasi kepada problem. Teknik analisis deskripsi narasi sering kali dikaitkan dengan bentuk atau model sejarah lama, sedangkan teknik analisis dikaitkan dengan bentuk atau model sejarah baru yang ilmiah (Sjamsuddin, 2007, hal. 158).
5. Historiografi (Penulisan)
Historiografi adalah kegiatan terakhir yang dilakukan oleh peneliti sejarah. Peneliti dalam langkah ini harus merangkai fakta beserta maknanya secara kronologis dan sistematis menjadi sebuah tulisan sejarah yang semenarik mungkin tapi tidak menghilangkan kebenaran dan keaslian fakta. Kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah :
– Menggunakan bahasa yang baik dan benar menurut kaidah bahasa yang bersangkutan dan menggunakan kalimat yang efektif
– Memperhatikan konsistensi tanda baca, istilah dan penunjukan sumber
– Istilah dan kata-kata tertentu harus digunakan sesuai dengan konteks permasalahannya
– Format penulisan harus sesuai dengan kaidah atau pedoman yang berlaku
Menulis sejarah merupakan kegiatan intelektual dan cara yang utama untuk memahami sejarah. Ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka segala daya pikirannya dikerahkan, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan dan catatan, tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau penulisan utuh yang disebut historiografi. Menulis karya sejarah baik itu makalah singkat ataupun buku tebal sebenaranya merupakan suatu paduan antara kerja seni karena menggunakan bahasa dengan berbagai gaya yang disukai atau dikuasai dan kemampuan berpikir kritis, analitis dan sintesis. Para peneliti sejarah dituntut kemampuan dan keterampilan menulis, karena harus mengkomunikasikan hasil penelitian atau temuan tersebut kepada umum.
PENTING
Kritik eksternal adalah proses melakuka verifikasi atau pengujian terhadap keaslian sumber sejarah. Fungsi kritik ekternal adalah untuk menentukan otentisitas dan integritas sumber sejarah. Sebuah dokumen sumber sejarah ( catatan harian, surat atau buku ) dianggap otentik atau asli jika benar-benar hasil karya atau benda peninggalan dari pemiliknya ( dari periode masa hidup dari pengarangnya yang asli).
Kritik adalah sebuah kegiatan pengujian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah yang telah ditemukan, untuk memperoleh otentisitas dan kredibilitas. Kritik merupakan kemampuan menilai sumber-sumber sejarah yang telah peneliti temukan. Tujuan dari kritik sumber adalah untuk menyeleksi data sehingga dapat diperoleh fakta yang akurat.
Kritik sumber dilakukan setelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya dan tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber tersebut dan menyaringnya secara kritis terutama sumber pertama (Sjamsuddin, 2007, hal. 131). Kritik sumber dilakukan dilakukan baik terhadap bahan materi maupun terhadap substansi (isi) sumber. Dalam penelitian sejarah kritik dikenal dengan dua metode yaitu kritik eksternal dan kritik internal.