Walaupun pengukuran sudah dilakukan seteliti mungkin dengan menggunakan alat ukur yang memiliki ketelitian tinggi, namun tidak ada satu orang pun yang dapat mengetahui nilai yang sebenarnya (measurand), yang kita peroleh dalam pengukuran adalah nilai kemungkinan, karena setiap pengukuran mengandung ketidakpastian. Oleh karena itu nilai suatu besaran dari hasil pengukuran biasa dituliskan dalam bentuk: (x ± Δx) . Maksudnya, nilai besaran yang diukur kemungkinan terletak antara (x – Δx) dan (x + Δx) . Atau secara umum ditulis sebagai berikut:
Untuk pengukuran besaran yang dilakukan secara berulang
dengan x adalah rata-rata hasil pengukuran.
Misal, pengukuran yang ditunjukkan pada Gambar Pengukuran Panjang dibawah ini tidak dapat memastikan bahwa panjang balok tepat 18,5 mm, yang dapat dipastikanpanjang balok terletak antara 18 mm dan 19 mm, sehingga penulisan hasil pengukurannya adalah sebagai berikut.
Panjang (18,5 0,5) mm
Dalam contoh tersebut Δx = 0,5mm . Simbol Δx disebut ketelitian alat, yang besarnya biasanya setengah dari skala terkecil dari alat ukur yang digunakan. Semakin kecil Δx , berarti semakin teliti dan semakin baik pengukurannya. Sedangkan Δx/x disebut kesalahan relatif atau ralat relatif; semakin kecil ralat relatifnya semakin baik pula pengukurannya.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengukuran, yang pertama adalah ketelitian (presisi) dan yang kedua adalah ketepatan (akurasi). Presisi menyatakan derajat kepastian hasil suatu pengukuran, sedangkan akurasi menunjukkan seberapa tepat hasil pengukuran mendekati nilai yang sebenarnya. Presisi bergantung pada alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Umumnya, semakin kecil pembagian skala suatu alat semakin presisi hasil pengukuran alat tersebut. Mistar umumnya memiliki skala terkecil 1 mm, sedangkan jangka sorong mencapai 0,1 mm atau 0,05 mm, maka pengukuran menggunakan jangka sorong akan memberikan hasil yang lebih presisi dibandingkan menggunakan mistar.
Walaupun memungkinkan untuk mengupayakan kepresisian pengukuran dengan memilih alat ukur tertentu, namun pada kenyataannya tidak mungkin menghasilkan pengukuran yang tepat (akurat) secara mutlak. Setiap pengukuran mengandung ketidakpastian. Setiap pengukuran tidak akan menghasilkan nilai yang eksak, karena setiap pengukuran memungkinkan adanya suatu penyimpangan (ralat atau error). Ralat dapat ditimbulkan oleh obyek yang diukur, pengamat, maupun alat ukurnya. Untuk memperkecil penyimpangan dalam pengukurannya maka setiap alat ukur harus dicek keakurasiannya dengan cara membandingkan terhadap nilai standar yang ditetapkan.
Keakurasian alat ukur juga harus dicek secara periodik dengan metode the two-point calibration yaitu kalibrasi skala nol alat ukur sebelum digunakan dan kalibrasi pembacaan ukuran yang benar ketika digunakan terhadap nilai yang standar.
Sumber-sumber Ketidakpastian dalam Pengukuran
Ada tiga jenis ketidakpastian dalam pengukuran, yaitu: ketidakpastian sistematik, ketidakpastian acak (random), dan ketidakpastian pengamatan. Penjelasan dari masing- masing jenis ketidakpastian adalah sebagai berikut.
-
Ketidakpastian Sistematik
Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur yang digunakan atau kondisi yang menyertai saat pengukuran. Karena sumber ketidakpastiannya adalah alat ukur, maka setiap alat ukur itu digunakan akan menghasilkan ketidakpastian yang sama. Yang termasuk ketidakpastian sistematik antara lain: ketidakpastian alat ukur, kesalahan nol, waktu respon yang tidak tepat, kondisi yang tidak sesuai.
-
Ketidakpastian alat ukur
Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan skala menjadi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya, sebatang mistar memiliki jarak antar skala sedikit lebih besar dibandingkan mistar yang standar, maka mistar tersebut setiap digunakan akan menghasilkan nilai yang menyimpang. Untuk mengatasi ketidakpastian ini, alat ukur harus dikalibrasi terlebih dulu sebelum dipergunakan.
-
Kesalahan nol
Ketidaktepatan penunjukkan alat pada skala nol juga melahirkan ketidakpastian sistematik. Hal ini sering terjadi, tetapi juga sering terabaikan. Pada sebagian besar alat umumnya sudah dilengkapi dengan skrup pengatur/pengenol. Bila sudah diatur maksimal namun masih tidak tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya harus diperhitungkan selisih kesalahan tersebut setiap kali melakukan pembacaan skala.
-
Waktu respon yang tidak tepat
Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat dari waktu pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan dengan saat munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga data yang diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya, kita ingin mengukur periode getar suatu beban yang digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang kita ukur sering tidak tepat karena terlalu cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch saat kejadian berlangsung.
-
Kondisi yang tidak sesuai
Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur. Misal, mengukur nilai resistor saat dilakukan penyolderan, atau saat suhu tinggi melakukan pengukuran panjang suatu benda menggunakan mistar logam. Hasil yang diperoleh tentu bukan nilai yang sebenarnya karena panas mempengaruhi benda yang diukur maupun alat pengukurnya.
- Ketidakpastian Random (Acak)
Ketidakpastian random umumnya bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti atau tidak dapat diatasi secara tuntas. Gejala tersebut umumnya merupakan perubahan yang sangat cepat dan acak hingga pengaturan atau pengontrolannya di luar kemampuan kita. Misalnya:
-
- Fluktuasi pada besaran listrik, Tegangan atau kuat arus listrik selalu mengalami fluktuasi (perubahan terus menerus secara cepat dan acak). Akibatnya kalau kita ukur, nilainya juga berfluktuasi.
- Getaran landasan, Alat yang sangat peka (misalnya seismograf) akan melahirkan ketidakpastian karena gangguan getaran landasannya.
- Radiasi latar belakang, Radiasi kosmos dari angkasa dapat mempengaruhi hasil pengukuran alat pencacah, sehingga melahirkan ketidakpastian random.
- Gerak acak molekul udara, Molekul udara selalu bergerak secara acak (gerak Brown), sehingga berpeluang mengganggu alat ukur yang halus, misalnya mikro-galvanometer dan melahirkan ketidakpastian pengukuran.
- Ketidakpastian Pengamatan
Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian pengukuran yang bersumber dari kekurangterampilan manusia saat melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya, metode pembacaan skala tidak tegak lurus menghasilkan kesalahan paralaks (Gambar Kesalahan paralaks), salah dalam membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur yang kurang tepat.
Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang semakin canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan tidak terampil, semakin banyak yang harus diatur semakin besar kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga menghasilkan ketidakpastian yang besar pula.