Arkelologi merupakan disiplin ilmu. Jika ditinjau secara bahasa, istilah arkeologi berasal dari bahasa Yunani yang merupakan kombinasi dari dua kata, yaitu : archaeo yang berarti kuno dan logos yang berarti ilmu. Berdasarkan asal kata tersebut, arkeologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan.
Kajian sistematis meliputi penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data berupa artefak (budaya bendawi), ekofak (benda lingkungan), maupun fitur (artefaktual yang tidak dapat dilepaskan dari tempatnya/situs arkeologi). Dalam pengertian yang paling sederhana, arkeologi berarti to write history from surviving material source. Arkeologi disebut juga dengan ilmu sejarah budaya material.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arkeologi diartikan dengan ilmu tentang kehidupan dan kebudayaan zaman kuno berdasarkan benda peninggalannya; ilmu purbakala. Stuart Piggott, seorang arkeolog berkebangsaan Inggris, dalam bukunya yang berjudul “Approach to Archaeology“, menyebutkan bahwa arkeologi adalah cabang ilmu sejarah (archeology as history). Pengertian tentang arkeologi dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu :
- Secara umum, arkeologi merupakan ilmu yang mempelajari manusia beserta kebudayaan-kebudayaan yang terjadi di masa lalu melalui peninggalannya.
- Secara khusus, arkeologi merupakan ilmu yang mempelajari budaya masa silam yang sudah berusia tua, baik pada masa prasejarah (sebelum dikenal tulisan) maupun pada masa sejarah (setelah adanya bukti-bukti tertulis).
Dari pengertian arkeologi tersebut, beberapa ahli memandang perlu adanya penggabungan antara ilmu arkeologi dengan ilmu sejarah. Penggabungan kedua ilmu tersebut dimaksudkan untuk memperkaya gambaran tentang aktivitas kehidupan manusia di masa lalu, dan tentu saja berkaitan dengan upaya untuk mengungkap masa lalu masyarakat manusia dengan bertumpu pada peninggalan berupa benda.
Selain itu, pengertian arkeologi juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
- Robert J. Braidwood, dalam bukunya yang berjudul Archaeologists and What They Do, menyebutkan bahwa arkeologi adalah ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah laku manusia dengan tujuan untuk mengetahui seluruh cara hidupnya.
- Grahame Clark, dalam bukunya yang berjudul Archaeology and Society, menyebutkan bahwa arkeologi adalah suatu kajian yang sistematis terhadap bahan-bahan purbakala untuk mengetahui sejarah (manusia) masa lalu.
- Glyn Daniel, dalam bukunya yang berjudul The Origin and Growth of Archaeology, menyebutkan bahwa arkeologi adalah salah satu cabang dari sejarah yang mengkaji peninggalan-peninggalan masa lampau, dengan menggunakan informasi yang sifatnya epigrafi untuk memberikan gambaran nyata tentang orang-orang (masyarakat) masa lalu.
- Brian M. Fagan, dalam bukunya yang berjudul In The Beginning : An Introduction to Archaeology, menyebutkan bahwa arkeologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia purba dari masa lalu hingga saat ini. Hal ini berarti menempatkan manusia di awal yang sama.
Sejarah Perkembangan Arkeologi
Sejarah perkembangan arkeologi dapat dibedakan dalam beberapa masa, sebagai berikut :
-
Masa Purbawanisme
Purbawanisme atau “antiquity atau antiquarianism” adalah sikap dan perilaku orang yang mempelajari, mengoleksi, dan menjual barang antik. Istilah antiquity atau antiquarianism pertama kali muncul pada sekitar abad ke-15 sebagai salah satu cabang sejarah Renaissance Humanism. Purbawanisme pertama kali tercatat dilakukan oleh Nabonidus (555 – 538 SM), seorang raja terakhir Babylon. Nabonidus sangat meminati sejarah peradaban Babylon, dan ia adalah orang yang menemukan kuil Naram Sin yang dibangun pada 2200 tahun sebelum masa pemerintahannya.
-
Masa Arkeologi Prasejarah
Arkeologi prasejarah berkembang pesat di Eropa dan Amerika Serikat. Pada masa ini, bidang kepurbakalaan mulai lebih dititik-beratkan pada penggambaran dan rekonstruksi kehidupan masa lampau serta memandang budaya secara normatif, hal tersebut diperkuat dengan adanya banyak teori yang dapat digunakan di lapangan. Sejarah perkembangan arkeologi pada masa ini lebih pada konstruksi dan penguatan metode penelitian sebagai hasil dari teori-teori yang dikumpulkan dari berbagai cabang, yang menunjukkan bahwa arkeologi merupakan bidang multidisiplin. Beberapa ahli yang terkenal di masa ini diantaranya :
-
- James Hutton, mengembangkan arkeologi dari disiplin geologi, bahwa arkeologi dapat dipetakan menurut periode geologi.
- Charles Lyell, mengemukakan “Theory of Uniformity” yang digunakan untuk mempelajaru perkembangan arkeologi manusia.
- Christian Jurgensen Thompsen, mengemukakan teori tentang “Sistem Tiga Jaman” yang membagi waktu berdasarkan artefak, yaitu jaman batu, jaman perunggu, dan jaman besi.
- Charles Darwin, mengemukakan “Teori Evolusi” dalam bukunya yang berjudul “The Descent of Man“, yang menjelaskan tentang proses evolusi manusia dari spesies primat primitif hingga manusia modern.
-
Masa Arkeologi Kuno
Pada masa arkeologi kuno atau arkeologi tradisional ini, kajian arkeologi banyak dilakukan perbaikan, baik dari sudut pandang teoritis maupun metodologis. Beberapa penemuan arkeologi yang terkenal pada masa ini adalah penemuan makam Tutankhamum, penemuan penguburan Ur di Chalees, dan penemuan gua prasejarah Lascaux. Beberapa ahli yang terkenal di masa ini diantaranya adalah :
-
- OSG. Crawford, mengembangkan teknik survei seperti aplikasi fotografi.
- Mortimer Wheeler, mengenalkan teknik penggalian, pencatatan, ilustrasi, dan interprestasi yang lebih teliti dari sebelumnya.
- Lennart von Post, mengembangkan teknik rekonstruksi tumbuhan purba berdasarkan studi serbuk sari. Selanjutnya teknik ini disempurnakan oleh Grahame Clark, seorang arkeolog dari Inggris.
- Willard Libby, mengenalkan “Metode Penanggalan Radiokarbon“. Penanggalan menggunakan karbon-14 ini telah banyak mengubah informasi tentang masa lalu yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya.
-
Masa Arkeologi Baru
Masa ini dikenalkan oleh Lewis Binford, seorang arkeolog dari Amerika Serikat dan David Clarke, seorang arkeolog dari Inggris.
Sejarah Perkembangan Arkeologi di Indonesia
Di Indonesia, sejarah perkembangan arkeologi sudah terjadi sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda. Pada awal perkembangannya, arkeologi bergerak di bidang kebudayaan. Hal ini ditandai dengan dibentuknya lembaga arkeologi seperti :
- Royal Bataviaasch genootschap van Kunsten en Wetenschappen di Jakarta. Lembaga ini kemudian mendirikan satu museum yang saat ini dikenal sebagai “Museum Nasional Indonesia” yang merupakan museum tertua di Indonesia.
- Oudheidkundige Dienst yang merupakan instansi pemerintah kolonial Belanda yang banyak membuat surveu dan restorasi bangunan kuno terutama bangunan candi.
Setelah Indonesia merdeka, lembaga tersebut berubah menjadi Dinas Purbakala yang kemudian berkembang menjadi berbagai institusi seperti Balai Pelestarian Purbakala dan Arkeologi yang tersebar di daerah, serta Direktorat Purbakala dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional di Jakarta.
Tujuan Arkeologi
Tujuan arkeologi sangat beragam. Namun demikian, pada prinsipnya tujuan arkeologi adalah merekonstruksi sejarah masa lampau berdasarkan apa yang dapat ditemukan kembali dengan ketrampilan dan penguasaan metode ekskavasi pada benda-benda masa lampau. Sehingga dengan arkeologi diantaranya dapat :
- Mempelajari perilaku dan budaya manusia di masa lalu.
- Mengetahui proses perubahan budaya.
- Menyusun sejarah kebudayaan.
Kegiatan yang paling penting dari arkeologi sebagai ilmu adalah proses ekskavasi, yaitu melakukan kegiatan pengumpulan benda-benda dari dalam tanah melalui penggalian untuk mengungkap kehidupan manusia di masa lalu.
Demikian penjelasan berkaitan dengan Arkeologi : Pengertian, Perkembangan, Dan Tujuan. Semoga bermanfaat bagi Anda semua.