Mungkin banyak orang memandang bahwa hal biasa terjadinya hubungan komunikatif antara guru dan siswa di sekolah, baik dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Akan tetapi bila dikaji secara mendalam komunikasi tersebut sangat berbeda dengan komunikasi-komunikasi yang lainnya. Komunikasi tersebut akan memunculkan interaksi komunikatif yang bukan biasa, karena komunikasi terjadi dalam interaksi guru dengan siswanya adalah komunikasi edukatif, yang merupakan komunikasi di luar kebiasaan.
Melalui penjelasan di atas dapat diketahui bahwa komunikasi guru dengan siswa tidak seperti komunikasi guru dengan keluarganya, atau dengan masyarakat biasa. Karena komunikasi dan interaksi guru dan siswa adalah interaksi komunikatif mengandung pesan-pesan edukatif, pesan itu disampaikan dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki guru, seperti dalam tutur kata guru, sikap guru dan perbuatan guru. Semuanya itu mengadung pesan-pesan pendidikan bagi siswa, terutama ketika siswa memiliki kecenderungan untuk megikutinya ataukah menolaknya.
Beberapa Langkah Revitalisasi Interaksi dalam Pembelajaran
Guru dalam pendidikan dan pengajaran adalah orang yang memberi bekal dan membentuk siswa setelah orang tua dengan pengetahuan yang dibutuhkan siswa dalam belajar. Pekerjaan guru dalam mendidik dan mengajar meliputi seluruh pekerjaan pembelajaran yang diperlukan oleh siswa. Beberapa tokoh melihat sosok seorang guru dalam proses pendidikan dan pengajaran adalah orang-orang yang memiliki tugas-tugas khusus dengan pekerjaan khusus dengan karakteristik khusus pula, yang pekerjannya tidak dapat diwakilkan kepada orang lain, karena pekerjaan mendidik dan mengajar memiliki spesialisasi berbeda dengan pekerjaan pelatihan lainnya. Perbedaan tersebut diantaranya terletak pada peserta didik, tujuan, kurikulum dan kepentingannya. Di bawah ini diuraikan beberapa langkah revitalisasi interaksi guru dalam pembelajaran:
Pahamilah Tugas Guru dengan Utuh
Seorang guru memiliki tugas yang berbeda dengan sejumlah profesi yang lainnya, berkaitan dengan hal tersebut di atas Said Hawa (2005: hlm, 16-20) mengatakan bahwa di antara tugas personal guru itu adalah;
- Mencintai siswa.
- Memberi teladan yang baik sesuai syari’at.
- Menganjurkan siswa untuk menjauhi diri dari akhlak dan perbuatan yang jelek.
- Bertanggung jawab pada bidang yang menjadi ahlinya dan tidak menganggap sepele ilmu dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Aspek ini memberi ruang kepada guru untuk mengakui bahwa siswa belajar melalui pengetahuan yang sudah mereka ketahui,
- Membatasi diri agar tidak memberikan ilmu dan pengetahuan di luar kemampuan siswa.
- Harus mengajarkan secara langsung terhadap anak yang kemampuannya dianggap lemah.
- Mengamalkan ilmu pengetahuan yang telah menjadi miliknya.
Cintailah Siswa dengan Hati
Dalam mencintai siswa (Qoyim: 2007, hlm,1-3), mengatakan bahwa seorang guru akan menampakkan perilaku yang berbeda dengan ketika guru mencintai anaknya. Karena itu istilah mencintai dalam terminologi pendidikan menunjukkan aktivitas keruhanian yang melibatkan naluri seorang guru, dalam batas tertentu, ketika pembelajaran berlangsung, seorang guru yang mencintai siswanya, adalah mendidik dengan mengedepankan naluri dan perasaan batin, pekerjaan dilaksanakannya dengan penuh tanggung jawab dalam kondisi apapun.
Seorang guru harus membangun interaksi dengan siswa berdasarkan pada perasaan sayang dan senang karena siswa telah mampu belajar dengannya. Tugas mengajar dan mendidik bila tidak didasarkan pada rasa sayang kepada siswa maka guru belum sepenuhnya dapat melakukan tugas mengajar (Abdurrahman:1991,22- 23). Pelaksanaan pekerjaan mengajar yang disertai dengan sikap sayang pada siswa, akan melibatkan seluruh potensi yang dimiliki guru, mulai dari penguasaan bahan pelajaran, menyusun perangkat pembelajaran, menentukan pedekatan pemebelajaran, merancang metodologi pembelajaran, lalu bagaimana melaksanakan pembelajaran yang baik hingga berakhirnya dengan pelaksanaan kegiatan asesment (Sudjono, 2005, hlm.1-3).
Manfaat pendekatan dalam pembelajaran secara edukatif dapat meningkatkan emosi siswa untuk dapat belajar dengan mudah dari gurunya. Abu Ahmadi dalam bukunya mengatakan (Ahmadi:1976, hlm.36) guru yang tidak cinta atau tidak senang kepada siswanya atau bahkan tidak cinta kepada pekerjaannya akan menjadi menjadi penghalang terhadap kesabarannya sendiri, akibatnya, guru mudah kecewa, mudah marah, sehingga tidak mungkin baginya untuk memberi pengaruh baik terhadap pembentukan watak siswa sehingga siswa dapat meningkatkan kemauan belajarnya.
Dalam membangun komunikasi dan interaksi, guru juga harus dapat memberi keteladanan yang baik kepada siswanya. Ahmad Marimba dalam bukunya mengatakan bahwa sikap dan kepribadian guru yang dipenuhi dengan tuntunan agama dalam melaksanakan tugas dapat menjadi inspirasi bagi siswa (Marimba, 1989, hlm.89), sesuatu yang dilihat dan didengar dari guru manjadi bagian dari proses pembentukan kepribadian siswa, karena itulah komunikasi dan interaksi guru secara dak langsung menjadi contoh yang baik bagi siswa.
Berilah Keteladanan yang Baik pada Siswa
Keteladanan sebagai bagian dari cara guru menampilkan interaksinya dengan siswa, adalah perilaku guru menjadi contoh bagi siswa dan sekaligus memberi contoh kepada siswa, baik dalam hal pengetahuan, sikap dan perbuatannya. Menurut Abu Ahmadi, di dalam kelas guru adalah orang yang terkemuka, kata-katanya dituruti, gurulah yang dapat menguasai semua masalah, guru pula yang mengetahui segala persoalan yang ada di dalam kelas (Ahmadi: 1978, hlm35). Maka guru perlu memiliki kerendahan hati agar dapat memikul semua keunggulan pekerjaan tersebut dan tidak menjadi orang yang congkak. Bersamaan dengan itu Seto Mulyadi mengatakan bahwa anak-anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru. Anak-anak yang gemar membaca umumnya adalah anak-anak yang mempunyai lingkungan di mana orang-orang yang disekililingnya juga gemar membaca (Mulyadi: 2010, hlm.24).
Dorongan meniru dan perkenan yang terdapat dalam diri siswa dapat menjadi pertimbangan bagi guru untuk menempatkan diri sebagai seorang figur bagi siswa dalam pembentukan perilaku positif. Karena siswa di dalam proses pembelajaran tidak hanya berprilaku dengan mendengar dan melihat tetapi berbuat langsung sesuai dengan perilaku figur yang ditirunya.
Dalam implentasi tugas-tugas pembelajaran, guru harus dapat menganjurkan siswa untuk menjauhi diri dari akhlak dan perbuatan yang jelek, menghindari dan menjauhi segala perbuatan yang tidak pantas untuk dilakukan. Anjuran, ajakan dan nasehat guru pada siswa agar menuntut pengetahuan yang luas, memiliki sikap santun dan sekaligus memberi contohnya agar tidak melakukan perbuatan yang tercela dimata siswa, baik di lingkungan sekolah, di jalan raya, di tengah masyarakat ataupun di mana saja.
Abu Ahmadi mengatakan bahwa guru harus menjadi orang yang terpandang bagi siswanya, terpandang dalam hal pengalaman dan kelakuan, pengetahuan dan budi pekerti (Abdu Ahmadi: 1978,hlm,35). Guru harus mengguasai anak didik atau siswa bukan karena kuasa itu diberikan kepadanya, tetapi karena kepribadiannya sehingga penghormatan siswa kepada guru, ajuran guru dituruti siswa bukan karena kuasa ada padanya.
Bertanggungjawablah pada Bidang yang Dikuasai
Bertanggung jawab pada bidang yang menjadi ahlinya menjadi sisi lain dari tugas seorang guru, guru tidak menganggap sepele ilmu dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Seorang guru tidak memberi pernyataan yang menjelek-jelekkan pengetahuan yang ada pada diri siswa, apalagi mengejek dan mencela pribadi siswa (Ahmadi;1978,hlm.121) kerena hal itu dapat mempengaruhi sikap siswa terhadap gurunya dan apalagi perubahan sikap juga dapat terjadi pada diri siswa terhadap bidang ilmu yang diajarkan oleh guru.
Kesanggupan guru menuntaskan tujuan pendidikan dan pengajaran mempunyai korelasi positif terhadap penuntasan tujuan pendidikan dan pengajaran secara kurikuler, karena guru adalah wakil orang tua di sekolah, maka guru pula yang mengerti mau dibawa kemanakah siswa, oleh karena itu guru tidak dibenarkan bekerja spekulatif atau bekerja hanya sekedar mencari kerja demi uang semata, tetapi mengajar dan mendidik adalah bekerja menunntutnya dapat menuntaskan pendidikan seoang siswa.
Pengetahuan guru tentu berbeda dengan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. Oleh sebab itu guru harus mempu membatasi diri agar tidak memberikan ilmu dan pengetahuan di luar kemampuan siswa (Abdurrahmad: 199, hlm.23). Guru tidak semestinya menyampaikan ilmu atau pengetahuan, yang mana pengetahuan itu belum saatnya siswa untuk mendapatkannya, hal ini berakibat pada sikap siswa; seperti menjauhinya diri pelajaran, cepat bosan bahkan siswa akan meninggalkan kelas saat belajar, guru akan menjadi sulit dapat mengendalikan seorang siswa di dalam belajar, sikap berontak siswa di dalam kelas pada umumnya ditunjukkan dengan keluar kelas ketika jam belajar, sikap tersebut diakibatkan oleh sikap siswa terhadap pelajaran yang membosankan atau kurang menyenangi pelajaran yang disampaikan guru, kebosanan tersebut tentu diakibatkan pula oleh beberapa aspek pengetahuan belum saatnya disampaikan kepada siswa.
Pahamilah Karakteristik Siswa
Di samping yang disebutkan di atas guru harus dapat mengajarkan secara langsung terhadap anak yang kemampuannya dianggap lemah. Siswa yang kurang dalam segala hal dapat menghambat proses pelajaran, kadang-kadang guru merasa kecewa dan siswa yang lain pun menjadi rugi. Maka guru harus dapat menentukan sikap dalam mengajar, membedakan kemampuan siswa yang terdiri dari berbagai cara belajar dan berbagai macam kemampuan.
Menurut Abu Ahmadi (1978, hlm. 121) salah satu cara dapat dilakukan adalah dengan membesarkan hati bagi siswa yang berkemampuan lemah. Siswa yang tidak dapat memberi hasil belajar yang memuaskan kepada guru akibat kelemahannya, maka tugas guru harus menyelidiki penyebabnya terlebih dahulu, tetapi bagi siswa yang sudah dapat belajar dengan baik sementara masih mendapatkan hasil yang tetap kurang memuaskan, maka guru harus memberi pertologan, dengan membesarkan hatinya melalui perkataan, dengan ajakan, dengan pujian, dan sebagainya. Memberi giliran kepada siswa lain, berikan kepada mereka pertanyaan-pertanyaan yang dapat mereka jawab dan jangan memberi pertanyaan yang tidak dapat mereka jawab. Berikan tugas-tugas dan berikan pula petunjuk-petunjuk dalam menjawab pertanyaan tersebut. Semua kegiatan terebut akan berpengaruh positif terhadap perkembangan psikologi siswa di dalam belajar.
Mengamalkan ilmu pengetahuan yang telah menjadi miliknya merupakan tugas secara tidak langsung bagi seorang guru, konteks pengamalan ilmu di sini tidak lain adalah adanya kegiatan pembelajaran yang baik dilaksanakan oleh guru sebagai aktualisasi ilmu pengetahuannya, antara teori yang dimiliki harus sepadan dengan aplikasi terapan lapangan yang menjadi miliki seorang guru. Islam sangat menjunjung tinggi agar antara yang diucapkan dengan yang dipraktekkan sepadan.
Melihat tugas pokok guru seperti disebutkan diatas, ada sepuluh prinsip yang harus dilakukan oleh seorang guru ketika berhadapan dengan seorang siswa. Adapun prinsip tersebut adalah (Depag: 2004, hlm24) menyebutkan antara lain : (a). Pebelajaran berpusat pada peserta didik atau siswa. (b). Belajar dengan melakukan. (c). Mengembangkan kecakapan sosial. (d). Menegembangkan fitrah bertuhan. (e). Pengembangkan pemecahan masalah. (f). Mengembangkan kreativitas peserta didik. (g). Mengembangkan pemanfaatan ilmu dan teknologi. (h). Membutuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik. (i). Belajar sepanjang hayat. (j). Perpaduan kompeteisi. (k). Kerjasama. (l). Solidaritas.
Pahamilah Karakteristik Belajar Masing-masing Siswa
Pembelajaran dilakukan oleh seorang guru harus berpusat pada seorang anak didik atau siswa (Davis: 1991, hlm. 32). Siswa sebagai peserta didik di hadapan guru harus dipandang sebagai makhluk Allah yang berfitrah, potensi siswa dapat dikembang secara optimal. Dalam Islam setiap anak dilahirkan memiliki potensi kesucian untuk beriman kepada Allah, itulah yang disebut dengan potensi yang bersifat alamiah, hanya saja kadang-kadang faktor keluarga dan masyarakat dapat mempengaruhi kehidupannya baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Siswa pada perinsipnya memiliki peluang, kesempatan dan perlakuan yang sama dari seorang guru.
Karena tugas utama guru terhadap siswa, secara individual adalah memahaminya dengan mendalam, karena setiap siswa memiliki perbedaan karakteristik; (Depag RI: 2004, hlm53) seperti minat (intrest), merupakan kecenderungan kuat dari dalam diri seorang siswa terutama dalam membaca dan belajar, kemudian kemampuan (ability), merupakan kesanggupan dan ketahanan secara psikis dan fisik seseoraang di dalam belajar, kesenangan (preference), yang merupakan ketertarikan seseorang siswa dalam menatap bidang dan materi pelajaran mana saja yang mejadi perhatiannya sehingga bagian itu yang selalu dijadikan fokus pelajarannya. pengalaman (exprience), meskpun di dalam beberapa kesempatan pengalaman memiliki arti penting, pengalaman bagi para siswa adalah pengalaman kognitifnya di dalam belajar yang memberi dampak positif terhadap perkembangan belajar selanjutnya dan yang lebih penting lagi adalah cara belajar siswa (learning style), dimana karakteristik individual dalam belajar akan menentukan hasil belajar, gejala tersebut menjadi tugas guru untuk mengamatinya, agar dapat mambantunya dalam memahami siswa dan membantunya memberi perlakuan sebaiknya kepada mereka dalam belajar, di samping harus mampu memilih pendekatan mengajar, lalu diteruskan dengan menentukan metode yang tepat dalam menyampaikan pelajaran. Ada diantara mereka mudah belajar dengan cara mendengar dan membaca, dengan cara melihat dan ada sebagian yang lain dengan cara melakukan langsung (learning by doing).
Tipologi cara belajar siswa tersebut merupakan bagian pembuktian sesungguhnya siswa di dalam satu ruangan belajar itu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kegiatan pembelajaran perlu menempatkan mereka sebagai subyek pembelajaran dan guru berfungsi sebagai fasiltator dan harus bergerak mendorong mereka untuk mengembangkan semua bakat dan minat belajar yang ada dalam diri siswa sehingga mereka mampu belajar dengan sebaik-baiknya, karena di dalam suatu ruangan kelas siswa secara umum siswa menerima ilmu pengetahuan dari gurunya hanya dapat dibagi ke dalam empat kategori pembelajaran siswa, yaitu (Depag RI: 2004, hlm55) somatic, (melalui gerakan) audio, (melalui kekuatan pendengaran) vissual (melalui melihat) dan intlektual (melalui berpikir).
Urgensi guru memahami tipologi cara belajar siswa itu agar para guru dapat menempatkan diri, memilikih pendekatan, metode dan strategi serta menentukan materi agar dapat diterima oleh seluruh siswa dengan keragaman cara belajarnya. Pada sisi lain, tidak hanya dalam cara belajar yang berbeda, tetapi perbedaan siswa juga akan terjadi dalam hal kecerdasan. Guru harus melihat siswa secara personal, disamping secara kolektif, setiap personal memiliki perbedaan kecerdasan secara individual, kemampuan dalam merespon pelajaran yang telah disampaikan guru menjadi masalah dengan kecerdasan tersebut.
Howard Gardner, dalam Seto(2010, hlm25) bahwa kecerdasan seseorang meliputi kecerdasan linguistik (cerdas kata), suatu kecerdasan atau kemampuan dalam menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun secara tertulis, di dalam penanaman kemampuan membaca dan menulis seharusnya menjadi prioritas, kemudian kecerdasan matematis logis (cerdas angka), kecerdasan spasial (cerdas ruang), kecerdasan kinestetis-jasmani (cerdas fisik), kecerdasan musikal (cerdas irama), kecerdasan intrapersonal (cerdas sosial),. Kemudian cerdas interpersonal (cerdas diri), dan cerdas naturalis (cerdas alam) Dalam beberapa teori ditemukan bahwa persentase kemampuan daya serap siswa terhadap peroses pembelajaran dapat dikategorikan ke dalam beberapa macam.
Tim Depag (Depag RI: 2004, hlm.55) yang disadur dari teori pengalaman belajar menurut Edgar Dale yang menyebutkan bahwa secara umum, hasil belajar siswa 10% yang diterimanya dari hasil membaca, hal ini mengindikasikan bahwa proses membaca hanya dapat menghasilkan belajar pada seseorang sebesar 10%, artinya hanya sebesar itu yang menjadi milik siswa, sementara bila belajar melalui Audio (pendengaran) keberhasilan yang dicapai sekitar 20%. Hanya meningkat sepuluh persen dari cara membaca, artinya kemampuan audio (pendengaran) seseorang hanya mampu menghasilkan belajar sebesar 20%, kemudian bila belajar dengan menggunakan vissual, seperti penggunaan media atau menggunakan metode demonstrasi atau melihat maka keberhasilannya mencapai 30%, meskipun proses melihat dan mendengar melibatkan sebagian tubuh namun kemampuan mencapai hasil belajar hanya 30%. Jauh lebih besar bila belajar dengan melibat audio dan vissual secara bersamaan yang dapat mencapai hasil belajar hingga 50%.
Artinya bila menggabungkan proses audio dan vissual secara serempak maka keberhasilan belajar baru mencapai 50%, sementara Pike dalam Siberman menyebutkan bahan Pike dalam Melvin L. Siberman; menambahkan media Vissual di dalam pembelajaran akan meningkatk dari 14 hingga 38 % (Siberman: 2009,) akan tetapi jauh lebih besar lagi bila proses belajar melibatkan audio (mendengar), vissual (melihat) dan langsung diucapkan, proses demikian mampu mencapai hasil belajar sebanyak 70%, keberhasilan yang sangat besar lagi bila dilakukan secara serempak antara kemampuan audio, vissual, dikatakan dan dilakukan, tingkat keberhasilan dapat meningkat hingga 90%.
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru diarahkan untuk mengoptimalkan kecakapan sosial (Siberman:2009), karena kecapakan sosial bagian yang terpenting dalam mengoptimalkan siswa di dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak hanya mengoptimalkan kemampuan inddividual secara personal dan internal, tetapi kemampuan sosial perlu pula untuk dikembangkan. Karena kegiatan pembelajarn yang sesungguhnya secara sosial harus dikondisikan sedemikian rupa agar siswa dapat melakukan interaksi dengan siswa atau peserta didik yang lain, dengan guru, masyarakat sekolah bahkan dengan masyarakat sekitar.
Dengan memahami keadaan serupa itu, maka guru dapat menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif dengan beberapa pihak dalam bentuk kegiatan, seperti melalui berbagai kegiatan pembelajaran dengan penerapan berbagai model pembelajaran yang inovatif. Secara umum siswa memiliki keragamanan kemampuan, keragaman itu menadi potensi besar bagi para pendidikan agar peserta didik dapat dibentuk sesuai dengan tujuan yang diinginkan, karena semua siswa diciptakan dengan potensi yang sama yaitu fitrah
Di dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional (Depag RI: 2006,hlm. 12). Fitrah yang dapat diinterpretasikan dengan potensi untuk bertuhan harus ditanamkan sejak dini. Kemampuan yang sama dapat dibentuk sesuai apa yang diinginkan oleh pendidikanya. Fitrah sebagai potensi, adalah kemampuan untuk menerima pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan pendidikan. Tugas guru adalah merancang kegiatan pembelajarn yang mengarah kepada pengasahan rasa keberimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa disesuaikan dengan penghayatan agama masing-masing siswa.
Pengembangan keimanan dan kegamaan dalam proses belajar mengajar akan lebih efektif bila menggunakan pendekatan praktek, atau drill, serta pendekatan aplikatif, tidak hanya mengedepankan aspek kognitif semata. Pengembangan ketrampilan dalam pemecahan masalah (Depag RI, 2006, hlm.55), kesungguhan guru mengembangakan prinsip ini akan terlihat di dalam kesungguhan siswa terlibat mereka dalam pemecahan problem yang diberikan guru ketika proses belajar mengajar terjadi.
Oleh karena itu proses pembelajaran perlu diciptakan, dirancangan oleh guru dengan memperhatikan situasi yang menantang siswa untuk ikut serta dalam pemecahan masalah, agar siswa peka terhadap permasalahan pembelajaran yang sedang mereka hadapi. Kepekaan siswa (Depag RI, 2006,hlm.56), terhadap masalah dimungkinkan apabila situasi pembelajaran dirancang untuk menumbuhkan minat secara langsung pada situasi yang memerlukan pemecahan. Tugas guru harus mendorong siswa untuk melihat masalah, merumuskannnya, dan berupaya pemecahannya sesuai dengan kemampuan siswa.
Jika prinsip ini diterapkan dengan kegiatan nyata di dalam kelas, pintu ke arah pembelajaran aktif bagi siswa akan terbuka lebar. Sikap terbuka seorang guru dalam proses pembelajaran dan tanggap terhadap segala pemasalahan sosial siswa terutama di dalam kelas dan di lingkungan sekolah (Depag RI, 2006, hlm.56), kebudayaan, dan lingkungan, perlu dipupuk ke arah positif, agar perkembangan seorang siswa menjadi seimbang.
Mengembangkan kereativitas (individual differencies) siswa, (Depag RI, 2006, hlm.56) disesuaikan dengan prinsip yang pertama seperti telah diuraikan di atas, pembelajaran harus dilaksanakan untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki oleh siswa. Karena kegiatan pembelajaran harus dikondisikan agar siswa mempunyai kesempatan dan kebebasan dalam mengembangkan diri sesuai dengan kecenderungan masing-masing. Guru harus berupaya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat sebanyak mungkin, agar kereativitas berfikir, kegiatan ketrampilan dan ketrampilan berkata-kata terus berkembang. Mengembangkan pemanfaatan ilmu dan teknologi, agar siswa tidak gagap teknologi. Sebaiknya guru mengaitkan materi pelajaran dengan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan yang sedang berkembang. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi tugas yang mengharuskan siswa untuk bersentuhan dengan teknologi, seperti mencari bahan ajar yang ada didalam internet.
Disamping itu penting juga dilakukan adalahtimbuh rasa sebagai warga negara yang baik. Dalam proses pembelajaran perlu diciptakan kegiatan yang dapat mengasah jiwa nasionalisme dan cinta pada tanah air, serta cinta terhadap semua yanag berhubungan dengan kenegaraan. Untuk itu, guru harus membuat banyak contoh yang terkait dengan konteks budaya. Seperti para siswa diberi pelajaran untuk membaca berita tetang Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ), dan membuat laporan lalu mendiskusikannya dengan teman lain di kelas. Siswa diajak untuk berdiskusi tentang cara menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial relijus.
Belajar sepanjang hayat, Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu pengetahuan sejak dari ayunan hingga meningal dunia. Seorang yang menuntut ilmu di dalam Islam tidak dibatasi oleh umur atau usia, atau sebatas jenjang pendidikan formal semata, tetapi juga informal dan non formal. Di manapun dan kapanpun seorang muslim harus dalam keadaan semangat mencari ilmu. Para guru dapat mendorong siswa untuk terus belajar dan menuntut ilmu di manapun berada, kapanpun tidak hanya di bangku sekolah secara formal, tetapi non formal dan bahkan informal sekalipun, sesuai dengan konsep Islam bahwa belajar sepanjang hayat, hanya secara formal pendidikan dilakukan melalui sekolah ataupun melalui madrasah.
Akan tetapi disamping apa yang telah dikemukakan di atas, tugas guru tidaklah hanya diutamakan pada penguasaan terhadap aspek metodologis terlebih dahulu, sebagaimana diuraikan dimuka penyiapan dan penguasaan materi ajar jauh lebih diutamakan dari pada yang lainnya. Ada aspek lain yang secara Islami sangat menyentuh kebuthan siswa kepada pelajaran, yaitu aspek motivasi. Penguasaan guru terhadap pengembangan motivasi siswa dan memahaminya secara mendalam sangat penting bagi keberlangsungan suatu proses pembelajaran. Keberhasilan suatu proses pembelajaran memang banyak didukung oleh faktor sebagaimana telah disebut dimuka bahwa aspek kepribadian guru turut mendukung keberhasilan siswa di dalam belajar.
Selalu memberi Motivsi kepada Siswa
Motivasi menjadi salah satu alat yang dapat mendukung keberhasilan belajar siswa. Motivasi merupakan kekuatan tersembunyi di dalam diri yang mendorong untuk berkelauan dan berbuat dengan cara yang khas.(Davis:1991, hlm.214)
Motivasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan ektrinsik. Kedua prinsip tersebut senantiasa berlaku setiap ada kesempatan proses pembelajaran di kelas, oleh sebab itu beberapa prinsip yang harus diketahui guru sebagai seorang motivator atau penggerak lajunya belajar siswa harus menjadi perhatian setiap pendidik adalah memantapkan motivasi peserta didik.
Di dalam proses pemberian prinsip motivasi kepada siswa itu antara lain adalah (Depag RI: 2006, hlm59):
- salah satunya yang harus menjadi dasar dalam pembelajaran adalah adanya unsur kebermaknaan, artinya motivasi yang disampaikan ada nuansa fungsional bagi siswa di dalam belajar, seperti memberi pesan-pesan edukatif di dalam belajar,
- guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan prasyarat. Pengetahuan dan ketrampilan prasyarat bagi seorang guru mutlak diperlukan, karena ketrampilan tersebut digunakan sebelum melaksanakan tugas mengajar, seperti penguasaan bahan pelajaran,
- Model pembelajaran. Model pembelajaran menjadi salah satu aspek yang masih belum tersentuh secara menyeluruh oleh semua guru, hal ini menjadi berat karena faktor pengetahuan para guru tentang pendesainan model pembelajaran sanat terbatas,
- Komunikasi Terbuka.
- Keaslian dan tugas menantang.
- Latihan yang tepat dan aktif.
- Penilaian tugas.
- Kondisi dan konsekwensi yang menyenangkan.
- Keragaman pendekatan.
- Mengembangkan keragamanan kemampuan.
- Melibatkan sebanyak mungkin indra.
- Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar.
Sebelum pelajaran dimulai, guru terlebih dahulu menjelaskan urgensi pelajaran yang akan dipelajari pada hari itu, dalam kesempatan tersebut guru menguraikan dengan seksama apa, bagaimna dan apa pentingnya pelajaran tersebut dipelajari. Cara tersebut salah satu cara untuk mendekatkan siswa kepada pelajaran agar pelajaran itu punya makna bagi mereka untuk dipelajari. Para siswa akan tertarik pada pelajaran itu tidak saja pada cara guru menyampaikannya tetapi juga ada substansinya, sehingga pelajaran tersebut berguna bagi mereka, proses ini dilakukan dengan maksud agar kecendrungan siswa seimbang dengan bakat, minat, dan pengetahuan yang telah mereka miliki.