Kamu tahu nggak mengapa ketika Belanda menguasai Indonesia, kita menyebutnya dengan istilah imperialisme dan kolonialisme, namun ketika Jepang mengusai Indonesia disebut dengan pendudukan? Apa sih bedanya? Mau tahu?. Sebenarnya secara harfiah maknanya hampir sama yaitu menjajah dan menguasai, Tapi istilah ini digunakan pada saat Jepang menguasai Indonesia karena Jepang merebut dan berkuasa di Indonesia dengan sistem militer. Sedangkan dahulu belanda menjajah di Indonesia fokus utamanya adalah ekonomi dan bukanlah sebagai basis militer.
Hal diatas juga didukung dengan dibuatnya Indonesia menjadi daerah basis pertahanan tentara Jepang dalam menghadapi perang dengan sekutu dalam Perang Dunia ke 2. Nah sekarang sudah paham kan bedanya? Selanjutnya mari kita pelajari pembentukan pemerintahan militer Jepang di Indonesia.
Pembentukan Pemerintahan Militer Jepang
Pada pertengahan tahun 1942 timbul pemikiran dari Markas Besar Tentara Jepang agar penduduk di daerah pendudukan dilibatkan dalam aktivitas pertahanan dan kemiliteran (termasuk semimiliter). Oleh karena itu, pemerintah Jepang di Indonesia kemudian membentuk pemerintahan militer. Di seluruh Kepulauan Indonesia bekas Hindia Belanda itu wilayahnya dibagi menjadi tiga wilayah pemerintahan militer.
- Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Kedua Puluh Lima (Tomi Shudan) untuk Sumatra. Pusatnya di Bukittinggi.
- Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Keenam Belas (Asamu Shudan) untuk Jawa dan Madura. Pusatnya di Jakarta. Kekuatan pemerintah militer ini kemudian ditambah dengan Angkatan Laut (Dai Ni Nankenkantai).
- Pemerintahan militer Angkatan Laut, yaitu (Armada Selatan Kedua) untuk daerah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pusatnya di Makassar.
Pembagian administrasi wilayah pendudukan semacam itu tentu juga terkait dengan perbedaan kepentingan Jepang terhadap tiap-tiap daerah di Indonesia, baik dari segi militer maupun politik ekonomi. Pulau Jawa yang merupakan pusat pemerintahan yang sangat penting waktu itu masih diberlakukan pemerintahan sementara. Hal ini berdasarkan Osamu Seirei (Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Ke-16). Di dalam undang-undang itu antara lain berisi ketentuan sebagai berikut.
- Jabatan Gubernur Jenderal pada masa Hindia Belanda dihapuskan dan segala kekuasaan yang dahulu dipegangnya diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.
- Para pejabat pemerintah sipil beserta pegawainya di masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya, asalkan memiliki kesetiaan terhadap tentara pendudukan Jepang.
- Badan-badan pemerintah dan undang-undang di masa Belanda tetap diakui secara sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang.
Adapun susunan pemerintahan militer Jepang tersebut adalah sebagai berikut.
- Gunshirekan (panglima tentara) yang kemudian disebut dengan Seiko Shikikan (panglima tertinggi) sebagai pucuk pimpinan. Panglima tentara yang pertama dijabat oleh Jenderal Hitoshi
- Gunseikan (kepala pemerintahan militer) yang dirangkap oleh kepala staf. Kepala staf yang pertama adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Kantor pusat pemerintahan militer ini disebut Gun seikanbu. Di lingkungan Gun Seikanbu ini terdapat empat Bu (semacam departemen) dan ditambah satu Bu lagi, sehingga menjadi lima Bu. Adapun kelima Bu itu adalah sebagai berikut.
- Somobu (Departemen Dalam Negeri)
- Zaimubu (Departemen Keuangan)
- Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan Tangan) atau urusan Perekonomian
- Kotsubu (Departemen Lalu Lintas)
- Shihobu (Departemen Kehakiman)
- Gunseibu (koordinator pemerintahan dengan tugas memulihkan ketertiban dan keamanan atau semacam gubernur) yang meliputi:
- Jawa Barat : pusatnya di Bandung.
- Jawa Tengah : pusatnya di Semarang.
- Jawa Timur : pusatnya di Surabaya.
- Ditambah dua daerah istimewa (Kochi) yakni Yogyakarta dan Surakarta.
Kamu perlu tahu juga bahwa di dalam pemerintahan militer tersebut, Jepang juga membentuk kesatuan Kempetai (Polisi Militer) dan menetapkan lagu kebangsaan yang boleh diperdengarkan hanyalah Kimigayo. Padahal masa-masa awal kedatangan Jepang, Lagu Indonesia Raya sering diperdengarkan di radio – radio Tokyo. kira-kira apa ya tujuan Jepang membentuk Kempetai? Lalu siapa yang dijadikan pimpinan Kempetai pada waktu itu?
Pada masa pendudukan Jepang, Jepang juga melakukan perubahan- perubahan berkiatan budaya. Misalnya, untuk petunjuk waktu harus digunakan tarikh Sumera (tarikh Jepang), menggantikan tarikh Masehi. Waktu itu tarikh Masehi 1942 sama dengan tahun 2602 Sumera. Setiap tahun (mulai tahun 1942) rakyat Indonesia harus merayakan Hari Raya Tencosetsu (hari raya lahirnya Kaisar Hirohito). Dalam bidang politik, Jepang melakukan kebijakan dengan melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan menggunakan bahasa Jepang.
Pemerintahan Sipil Zaman Pendudukan Jepang
Selain pemerintahan militer, Jepang juga membentuk pemerintahan sipil untuk medukung jalannya pemerintahan Jepang di Indonesia. Pemerintahan militer berusaha meningkatkan sistem pemerintahan, antara lain dengan mengeluarkan UU No. 27 tentang aturan pemerintahan daerah dan dimantapkan dengan UU No. 28 tentang pemerintahan shu serta tokubetsushi. Dengan UU tersebut, pemerintahan akan dilengkapi dengan pemerintahan sipil. Menurut UU No. 28 ini, pemerintahan daerah yang tertinggi adalah shu (karesidenan). Seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali Kochi Yogyakarta dan Kochi Surakarta, dibagi menjadi daerah-daerah shu (karesidenan), shi (kotapraja), ken (kabupaten), gun (kawedanan), son (kecamatan), dan ku (desa/kelurahan). Seluruh Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi 17 shu. Kota mana saja ya yang disebut sebagi Shu pada masa pendudukan Jepang ini?
Pemerintahan shu itu dipimpin oleh seorang Shucokan. Shucokan memiliki kekuasaan seperti gubenur pada zaman Hindia Belanda meliputi kekuasaan legislatif dan eksekutif. Dalam menjalankan pemerintahan shucokan dibantu oleh Cokan Kanbo (Majelis Permusyawaratan Shu). Setiap Cokan Kanbo ini memiliki tiga Bu (bagian), yakni Naiseibu (bagian pemerintahan umum), Kaisaibu (bagian ekonomi), dan Keisatsubu (bagian kepolisian). Pemerintah pendudukan Jepang juga membentuk sebuah kota yang dianggap memiliki posisi sangat penting sehingga menjadi daerah semacam daerah swatantra (otonomi). Daerah ini disebut tokubetsushi (kota istimewa), yang posisi dan kewenangannya seperti shu yang berada langsung di bawah pengawasan gunseikan. Sebagai contoh adalah Kota Batavia, sebagai Batavia Tokubetsushi di bawah pimpinan Tokubetu shico. Pemerintah Jepang juga membentuk tonarigumi, yang pada masa sekarang ini kita kenal dengan Rukun Tetangga (RT). Tanorigumi ini digunakan oleh pemerintah Jepang untuk mengawasi gerak-gerik rakyat agar dapat dipantau oleh pemerintah Jepang.