Beberapa peneliti menawarkan variasi gaya mengajar sebagai solusi dari permasalahan mengajar yang dihadapi oleh guru. Gaya mengajar mengacu pada cara seorang guru mengelola instruksi dan lingkungan kelas berkenaan dengan pendekatan yang berbeda untuk melakukan pembelajaran (Patel & Singh, 2014). Patel & Singh (2014) menambahkan bahwa gaya mengajar membentuk dan memandu proses pembelajaran, cara guru memahami dan mengatur konten yang akan diajarkan, dan memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan siswa dan bagaimana mereka mengelola tugas kelas. Herrera & Carballo (2010) menjelaskan gaya mengajar adalah cara atau metode bertindak atau melakukan pembelajaran. Melalui kesadaran tentang gaya mengajar yang digunakan, guru akan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang cara terbaik untuk mencapai tujuan mengajar guru (Alhussain, 2012). Para guru biasanya selektif dalam menggunakan kebanyakan gaya mengajar (Chatteriee & Ramesh, 2015).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar adalah suatu cara atau bentuk penampilan seorang guru dalam menanamkan pengetahuan, membimbing, mengubah atau mengembangkan kemampuan, perilaku dan kepribadian siswa dalam mencapai tujuan proses belajar. Dengan demikian, gaya mengajar guru merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar siswa. Pilihan gaya mengajar adalah salah satu segi pandangan umum guru tentang tujuan pendidikan (Mohanna, Chambers & Wall, 2008)
Baker & Knights (2014) membedakan gaya mengajar menjadi enam, yaitu exposition, discussion, practice, practical work , investigation, dan problem solving. Mohanna, Chambers & Wall (2008) mendiskripsikan enam macam gaya mengajar: (1) the all – round flexible and adapter teacher; (2) the student – centered, sensitive teacher; (3) the official curriculum teacher; (4) the straight facts no nonsense teacher; (5) the big conference teacher; dan (6) the one – off teacher. Grasha (2010) membagi gaya mengajar menjadi lima yaitu expert, formal authority, personal model, facilitator, dan delegator. Mosston & Ashworth (2010) membagi gaya mengajar menjadi sembilan, yaitu (1) inclusion; (2) command; (3) reciprocal; (4) self-chect; (5) practice; (6) self-teaching; (7) discovery; (8) learner designed individual program; (9) learner initiated style. Berdasarkan semua pendapat para ahli yang telah disebutkan di atas, gaya mengajar dibedakan menjadi enam kategori, yaitu exposition, discussion, practice, practical work, investigation, dan inclusion.
1. Exposition Style
Pada exposition style guru memberikan fakta dan deskripsi sebagian besar pembelajaran, memberikan pertanyaan yang membutuhkan jawaban singkat, dan tanggapan langsung dari siswa (Baker and Knights, 2014). Guru dengan gaya mengajar exposition peduli terhadap siswa dengan memberikan umpan balik baik positif maupun negatif. Guru juga menetapkan tujuan pembelajaran, harapan, aturan perilaku bagi siswa, dan memberikan standar yang harus dipelajari siswa (Grasha, 2010). Guru dengan gaya mengajar exposition mempunyai persiapan yang baik sebagai guru, terakreditasi, dan mengajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku (Mohanna, Chambers & Wall, 2007). Dapat disimpulkan bahwa Exposition style adalah gaya mengajar dengan cara menyampaikan pembelajaran secara langsung kepada siswa, memberi pengetahuan yang terperinci, dan mempunyai standar yang tinggi bagi siswa. Kegiatan guru dalam gaya mengajar exposition adalah menyiapkan semua kebutuhan siswa dan memastikan siswa disiapkan dengan baik. Sedangkan kegiatan siswa adalah mengikuti panduan yang dibuat guru, memperhitungkan, dan menanggapi pertanyaan dari guru.
2. Discussion Style
Baker & Knights (2014) menyatakan bahwa diskusi dapat membantu siswa mengekspresikan pendapat, menguraikan pengetahuan, dan mengartikulasikan kesulitan siswa. Di dalam proses diskusi ada kebutuhan guru untuk memonitor diskusi dan kebutuhan siswa bekerja bersama serta membantu siswa lain yang mengalami kesulitan . Discussion style mempunyai karakteristik interaksi sosial, timbal balik, menerima dan memberi umpan balik langsung berdasarkan kriteria guru, mengembangkan kemandirian siswa dalam bertindak, inisiatif siswa dan tanggung jawab (Mosston & Ashworth 2010). Peran guru adalah membuat keputusan materi, kriteria, keputusan logistik dan memberikan umpan balik kepada pengamat (Grasha, 2010).
3. Practice Style
Mosston & Ashworth (2010) menuntut siswa untuk menggunakan pengetahuan secara mandiri dalam menyelesaiakan soal-soal matematika yang diberikan guru. Siswa harus banyak melakukan latihan soal di kelas, terutama bagi siswa yang mengalami kesulitan. Latihan ini pun terjadi secara alami dalam pembelajaran (Baker & Knights, 2014). Guru dengan gaya mengajar practice selalu mengajarkan fakta yang jelas, dengan berbicara langsung, berkonsentrasi pada keterampilan khusus, dan lebih suka untuk tidak terlibat dengan pengajaran dan pembelajaran multiprofesional (Mohanna, et al, 2007).
4. Practical Work Style
Baker & Knights (2014) menjelaskan salah satu aspek dari kerja praktik adalah penyediaan dan penggunaan peralatan. Artinya peralatan tersebut tersedia dan digunakan. Peralatan yang dimaksud di sini adalah alat peraga. Alat peraga tersebut harus tersedia dan siswa merasa bebas untuk menggunakannya. Guru pun juga menciptakan lingkungan yang mendukung kegiatan pembelajaran (Mohanna, et al, 2007). Dapat disimpulkan bahwa practical work style adalah gaya mengajar yang menekankan aspek kerja praktik dengan bantuan bahan dan peralatan. Kegiatan yang dilakukan oleh guru memberikan bermacam-macam keterampilan kepada siswa melalui media pembelajaran. Kegiatan siswa adalah mengasah keterampilan melalui kerja praktik
5. Investigation
Gaya mengajar investigation mendorong siswa untuk menggali kemampuan mereka yang kemudian dapat dengan bebas mereka terapkan dalam berbagai macam situasi (Baker & Knights, 2014). Mosston & Ashworth (2011) membedakan gaya mengajar ini menjadi empat gaya mengajar. Pertama, guided discovery style di mana guru telah mendesain pertanyaan yang mengarahkan siswa kepada jawaban yang telah ditentukan. Kedua, convergent discovery style dalam gaya mengajar ini guru hanya memberikan satu pertanyaan utama, kemudian siswa terlibat dalam penalaran, pertanyaan dan logika secara berurutan untuk menemukan jawabannya. Ketiga, divergent discovery style di mana dalam satu pertanyaan/situasi, siswa bertugas untuk menemukan berbagai macam tanggapan, desain atau solusi dalam kognitif tertentu. Keempat, Learner-Designed Individual Program (I.P.) style di mana siswa dituntut menemukan struktur penyelesaian masalah secara mandiri.
6. Inclusion
UNESCO (2016) memandang inklusi sebagai pendekatan dinamis menanggapi secara positif keragaman siswa dan melihat perbedaan individu bukan sebagai masalah, tetapi sebagai peluang untuk memperkaya pembelajaran. Karakteristik yang menentukan gaya inklusi adalah siswa dengan berbagai tingka t keterampilan berpartisipasi dalam tugas yang sama dengan memilih tingkat kesulitan mana yang dapat mereka selesaikan (Mosston & Ashworth, 2010). Guru dengan gaya mengajar ini mempunyai tujuan dan materi yang sama untuk semua siswanya. Guru sadar bahwa semua siswa membutuhkan bantuan guru dalam belajar.
Upaya untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan gaya mengajar, bagaimanapun juga mempunyai banyak kendala. Ada beragam gaya yang lebih luas daripada yang bisa dijelaskan (dikotomi sederhana antara formal dan informal, misalnya, terlalu sederhana). Kebanyakan guru menggunakan campuran gaya dan juga memvariasikan perpaduan gaya mereka dari pelajaran ke pelajaran dan dari kelas ke kelas.
Meskipun demikian, beberapa perbedaan yang konsisten antara guru dalam hal pendekatan umum mereka terhadap pengajaran tampaknya dapat dilihat (Kyriacou, 2007). Perbedaan gaya mengajar yang digunakan guru berdampak pada beberapa bidang seperti pengaturan kelas, organisasi dan penilaian kegiatan, interaksi guru dan siswa, serta pendekatan pedagogis yang digunakan guru (Patel & Singh, 2014).
Karakteristik yang berbeda dihasilkan dari keyakinan individu, sikap, inspirasi, bakat dan latar belakang sosial. Penggunaan gaya mengajar yang berbeda oleh guru bertujuan menunjang kegiatan belajar siswa. Belajar merupakan salah satu faktor yang memengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi, perilaku individu, dan perkembangan individu. Proses pembelajaran akan selalu berlangsung setiap waktu dari setiap individu, sehingga akan ada proses perkembangan menjadi lebih baik maupun tidak baik dari setiap individu.