Secara epistemologis, emosi dapat didefinisikan sebagai fenomena psikologis multifaktor yang melibatkan komponen afektif, kognitif, fisiologis, motivasi, dan ekspresi (Shuman and Scherer, 2014). Seorang siswa yang akan menjalani ujian, mungkin dia khawatir dan mengalami parasaan yang tidak enak (afektif), takut gagal dalam ujian karena mendapatkan nilai yang jelek (kognitif), denyut jantungnya meningkat (fisiologis), ada keinginan menghindari keadaan tersebut (motivasi), dan menampakkan wajah yang cemas (ekspresi). Sekolah, termasuk di dalamnya kelas, merupakan tempat pembelajaran emosi yang bagus. Hampir setiap sekuen kegiatan di sekolah syarat dengan fenomena emosi, baik yang bersifat positip seperti senang dan bahagia maupun yang bersifat negatip seperti takut, cemas, dan marah.
Ada lima komponen dasar dalam pembelajaran emosi:
- Kesadaran diri (self-awareness): setiap individu perlu menyadari bahwa dalam dirinya terdapat emosi, baik yang bersifat positip maupun negatip. Siswa perlu mengenal emosi yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap perilaku. Mereka memahami apa yang menjadi kekuatan dan kelemahannya serta memiliki rasa percaya diri.
- Manajemen diri (self-management): Individu tidak bisa menghalangi munculnya emosi yang bersifat alamiah, seperti perasaan benci dan marah. Yang dibutuhkan, siswa memiliki kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilakunya, termasuk stress, memotivasi diri, pengaturan tujuan, dan kemajuan dalam pencapaian tujuan.
- Kesadaran sosial (social awareness): Perlu disadari bahwa individu tidak hidup dalam ruang yang vakum, tetapi mengalami hidup bersama bersama orang lain. Karena itu, siswa perlu berempati dan mengambil perspektif dari orang yang berbeda. Mereka juga perlu memahami norma sosial dan etis serta mengenal lingkungan jejaringnya.
- Keterampilan berrelasi (relationship skills): Dalam kehidupan sosial, individu perlu berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Siswa perlu diajarkan bagaimana berkomunikasi dengan jelas, mendengar secara aktif, bekerjasama, negosiasi konflik, tahan terhadap tekanan sosial yang tidak sesuai, dan berusaha mencari dan menawarkan bantuan.
- Membuat keputusan yang bertanggungjawab (responsible decision making): Setiap hari seseorang akan dihadapkan pada situasi di mana ia harus mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan, siswa perlu mempertimbangkan standar etik, peduli keselamatan, norma sosial, konsekuensi realistik, dan merasa nyaman dalam menentukan pilihan perilaku yang konstruktif dan bermartabat