Pembelajaran pada anak usia dini termasuk Taman Kanak-Kanak memiliki kekhasan tersendiri. Kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak mengutamakan bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Secara alamiah, bermain memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu lebih mendalam, dan secara spontan anak dapat mengembangkan kemampuannya. Seperti hasil penelitian yang dilakukan Holis (2016), dimana kegiatan belajar melalui bermain balok unit berpengaruh terhadap pengembangan kreativitas dan kognitif anak usia dini. Berdasarkan hal tersebut, tentu disadari bahwa menyajikan pembelajaran di TK tidaklah sama dengan pembelajaran pada kelompok usia lainnya.
Pembelajaran di TK dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, yaitu 1). berorientasi pada kegiatan bermain; 2). berorientasi pada kebutuhan anak; 3). sesuai dengan perkembangan anak; 4). menempatkan anak pada subjek; 5). menggunakan pendekatan tematik, 6). pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM); 7). mengembangkan kecakapan hidup; 8). lingkungan yang kondusif; 9). pembelajaran yang demokratis; dan 10). pembelajaran yang bermakna (Aqib, 2009).
Pelaksanaan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tentunya akan memberikan dampak positif pada perkembangan anak.
Prinsip pertama, yaitu pembelajaran yang berorientasi pada kegiatan bermain dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian Pratiwi (2017), dimana aspek perkembangan motorik, sosial, emosional, dan bahasa anak akan berkembang, jika dalam kegiatan main anak usia dini didukung oleh tiga jenis main yaitu: main sensorimotor, main peran, main konstruktif.
Adanya kegiatan bermain yang diberikan kepada anak juga tentunya membuktikan bahwa pembelajaran tersebut berorientasi pada kebutuhan anak, dimana kebutuhan anak yang utama adalah bermain. Seperti yang dikatakan Rohmah (2016), bermain merupakan hak dan kebutuhan setiap anak.
Pembelajaran yang efektif juga akan tercipta apabila pembelajaran diberikan berdasarkan prinsip sesuai kebutuhan dan perkembangan anak. Samiudin (2017) menemukan bahwa cara pembelajaran yang akan dipergunakan sebaiknya menyesuaikan dengan kondisi/ tingkatan yang ada pada anak agar anak dengan mudah memahami materi yang diberikan.
Hal ini juga didasarkan pada teori kognitif dimana Jean Piaget menyatakan bahwa anak usia prasekolah berada pada tahap berpikir praoperasional. Berbagai stimulasi yang diberikan harus disertai dengan media konkrit agar memudahkan pemahaman anak.
Pendekatan tematik merupakan salah satu prinsip yang juga harus diperhatikan dalam memberikan pembelajaran bagi anak usia dini. Pendekatan tematik merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam kurikulum 2013. Dalam model pembelajaran tematik terpadu di PAUD, kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk satu tema, sub tema, atau sub-sub tema dirancang untuk mencapai secara bersama-sama kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan mencakup sebagian atau seluruh aspek pengembangan. Joni (2009) menuliskan bahwa pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
Selain pendekatan tematik, pembelajaran untuk anak usia dini juga menggunakan pendekatan PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Keterlaksanaan pendekatan ini dapat meningkatkan kemampuan anak. Hal ini diketahui dari hasil penelitian Rohaniawati (2016), yaitu menuliskan bahwa hasil analisis keterampilan berpikir mahasiswa pada mata kuliah Pengembangan Kepribadian Guru dengan menggunakan pendekatan PAKEM diketahui hampir meningkat pada setiap pertemuannya. Hasil aktivitas mahasiswa pada siklus 1 sebesar 91%, pada siklus 2 mencapai 100% begitu juga pada siklus 3 mencapai 100%.
Kecakapan hidup, yang dapat dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk berjuang berani hidup (survival) harus juga diperhatikan dalam menyajikan pembelajaran kepada anak. Pengenalan pendidikan kecakapan hidup (life skills) pada dasarnya merupakan upaya untuk memperkecil perbedaan (gap) antara dunia pendidikan dengan kehidupan nyata sehingga pendidikan akan lebih realistis dan lebih konstektual dengan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari (Noor, 2015).
Hal senada juga disampaikan Suprihatin & Dewi (2018), bahwa life skill education is an education that provides basic supplies and training to learners about the values of life needed and useful for the development of everyday life.
Prinsip lain yang juga harus dilakukan agar tercipta pembelajaran efektif adalah menciptakan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang kondusif dapat dimaknai dengan tersedianya sumber belajar yang dapat mendukung pembelajaran anak, terutama sumber belajar yang berasal atau yang tersedia di
lingkungan. Choiri (2017) menuliskan bahwa sumber belajar lingkungan ini akan menambah wawasan dan pengetahuan anak karena mereka mengalami secara langsung dan dapat mengoptimalkan potensi panca inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut. Terkait dengan lingkungan yang kondusif, kemampuan guru menciptakan kelas yang kondusif juga dapat menghindari siswa dari kejenuhan, kebosanan dan kelelahan psikis sedangkan disisi lain kelas yang kondusif akan dapat menumbuhkan minat motivasi dan daya tahan belajar. (Arianti, 2017) Lingkungan yang kondusif dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna.
Hidayati (2016) menuliskan bahwa kegiatan pembelajaran akan bermakna, jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman, memberikan rasa aman, bersifat kontekstual, anak mengalami langsung sesuatu yang dipelajarinya. Terkait pembelajaran bermakna, Berry (2012) menjelaskan “ it is learning with a purpose, learning which allows those who engage in it to attach more meaning to the world around them, learning in which things make more sense”. Di dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh penerapan pembelajaran bermakna (meaningfull learning) pada pembelajaran tematik IPS terpadu terhadap hasil belajar siswa kelas III di MI Ahliyah IV Palembang, Najib & Elhefni (2016) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan pembelajaran bermakna (meaningfull learning) terhadap hasil belajar siswa, sehingga dikatakan pembelajaran bermakna (meaningfull learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa di MI Ahliyah IV Palembang.
Pembelajaran di TK juga harus bersifat demokratis. Anak harus diajarkan untuk menjadi warga Negara yang baik yang dapat menghargai dan menghormati oranglain. Lovat & Toomey (2009) menuliskan “The concept of democracy must be the basis to prepare for the responsibilities of citizenship. Democracy and related notions should be both content and method in the pre-school. In this sense, democracy becomes an object of learning as well as informing the act of learning. This implies that children have to both think about democracy and experience democracy in pre-school” (OECD, 2006).
Pelaksanaan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tentu ditujukan agar pembelajaran yang diberikan kepada anak usia dini dapat memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu mendukung perkembangan anak secara optimal.
“Curricula that are in accordance with the guidelines must contain activities that stimulate children’s development so that they are ready to continue their education to a higher level of education. It is not only a fun set of activities that make children busy but it is an activity that has the purpose of helping children develop their skills and knowledge” (NAEYC and NAECS / SDE dalam Rohita & Sekarlawu 2018).
Untuk itu diperlukan kemampuan guru dalam merancang pembelajaran yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran harian. Hal lain yang juga diperlukan adalah kemampuan guru dalam melakukan penilaian pembelajaran, dimana hasil penilaian tersebut menjadi bahan evaluasi guru mengenai ketercapaian tujuan pembelajaran.
Pengelolaan kelas juga diperlukan agar anak didik dapat berkegiatan dengan aman, nyaman, dan menyenangkan yang pada akhirnya mendukung proses pemahaman anak pada materi yang disampaikan. Terkait materi, guru harus memiliki pengetahuan yang mumpuni mengenai materi tersebut dan kemampuan dalam menyampaikannya.
Akan tetapi tidak semua guru mampu menciptakan pembelajaran yang efektif. Guru belum menerapkan pembelajaran tematik di sekolah terlihat pada rencana pembelajaran yang dibuat tidak sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Terjadinya hal tersebut salah satunya disebabkan oleh pemahaman guru mengenai kurikulum dan pengalaman mengajar guru (Sari, Risyak & Sasmiati, 2015).